Jurnal Tempo – Jeritan warga Gayo yang terjebak banjir besar akibat badai siklon Senyar mencuri perhatian publik setelah lima hari tanpa bantuan. Desa-desa di Gayo Lues terputus total, membuat ribuan warga hidup dalam ketakutan tanpa akses makanan, air bersih, atau obat-obatan. Melalui media sosial, mereka mencoba menyampaikan bahwa kondisi semakin memburuk dari hari ke hari. Selain itu, keterlambatan distribusi bantuan membuat rasa putus asa meningkat di kalangan warga. Banyak dari mereka bertahan dengan sisa makanan seadanya sambil berharap ada helikopter yang mampu menjangkau wilayah terisolasi itu. Suara lirih dari tengah bencana ini kemudian berubah menjadi seruan bersama yang menggugah hati banyak orang, sekaligus menegaskan betapa rawannya hidup ketika akses logistik mati total.
Permintaan Langsung kepada Anwar Ibrahim yang Menggema di Media Sosial
Unggahan akun @explore_gayo menjadi titik awal ketika poster berisi permohonan bantuan kepada Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, viral di berbagai platform. Dalam poster itu, warga dengan gamblang menulis bahwa mereka kelaparan dan tidak menerima bantuan selama lima hari. Seruan ini menyebar cepat karena menyentuh simpati banyak orang yang melihat betapa terisolasinya wilayah Gayo. Selain itu, banyak komentar dari warga yang mempertanyakan lambatnya penanganan bantuan di Tanah Air. Seruan “tolong kami” terdengar begitu manusiawi, menggambarkan rasa takut dan putus asa yang mereka alami. Kemudian, media Malaysia dan berbagai akun relawan ikut mengangkat isu ini, membuat jeritan warga Gayo akhirnya menembus batas negara.
“Baca Juga : Langkah Cepat Presiden Prabowo Menyapa Warga Tapanuli Utara Usai Banjir Besar”
Viralnya Keluhan yang Mengkritik Lambatnya Bantuan
Keluhan warga Gayo terus berdatangan melalui video dan komentar yang diunggah ke berbagai media sosial. Banyak warga mengungkapkan rasa kecewa terhadap minimnya respons pemerintah dalam menjangkau desa-desa terdampak berat. Dengan kondisi akses darat yang putus dan pasokan logistik yang tidak masuk, keluhan itu berlangsung sebagai bentuk keputusasaan. Selain itu, unggahan dari Relawan Pemuda Gayo yang meminta bantuan dari Malaysia memperkuat gambaran betapa parahnya situasi. Komentar bernada sedih, seperti “Di mana para pemimpin kami?”, menjadi simbol dari rasa kehilangan harapan. Viralitas ini kemudian membuka ruang diskusi yang lebih luas mengenai kesiapan penanganan bencana di wilayah timur Aceh yang sering terlewat dari perhatian nasional.
Dampak Bencana yang Melumpuhkan Kehidupan Ribuan Warga
Banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat mengakibatkan kerusakan luas. Ribuan rumah tersapu air, jembatan terputus, dan akses transportasi nasional terendam lumpur pekat. Menurut data BNPB, lebih dari 800 orang meninggal, ratusan lainnya hilang, serta ribuan warga mengalami luka-luka. Dengan jumlah pengungsi mencapai ratusan ribu orang, situasinya menjadi semakin memprihatinkan. Banyak keluarga kini tinggal di tenda darurat tanpa kepastian logistik jangka panjang. Selain itu, hujan yang masih turun membuat risiko banjir susulan semakin mengancam. Dalam kondisi ini, warga hanya berharap agar bantuan cepat tiba sebelum situasi bertambah buruk dan menelan lebih banyak korban.
“Baca Juga : PLN dan TNI Kerahkan 500 Personel untuk Pemulihan Listrik Aceh Pascabencana”
Sorotan Media Internasional yang Membuat Suara Gayo Terdengar Luas
Perhatian internasional semakin besar setelah media negara tetangga melaporkan jeritan warga Gayo. Media seperti Harian Disway dan The Rakyat Post memuat unggahan relawan yang menunjukkan betapa parahnya keterisolasian warga. Bahkan situs BNPB Malaysia ikut memberitakan bahwa warga Gayo meminta bantuan langsung kepada Perdana Menteri Malaysia. Selain itu, laporan BBC memperlihatkan bahwa angka kematian akibat badai dan banjir di Indonesia telah melampaui 600 jiwa. Sorotan ini membuat dunia mengetahui bahwa bencana yang terjadi bukanlah kejadian ringan. Karena pemberitaan yang luas, kesadaran mengenai kondisi warga Gayo pun semakin besar dan memicu banyak pihak untuk mendorong percepatan bantuan.
Krisis Regional yang Juga Terjadi di Negara Tetangga
Banjir ekstrem ternyata tidak hanya melanda Indonesia. Thailand, Malaysia, dan Sri Lanka juga mengalami bencana besar dengan total korban mencapai lebih dari 1.300 jiwa. Di Thailand, wilayah seperti Nakhon Si Thammarat, Songkhla, dan Trang tenggelam sepenuhnya. Karena itu, bencana ini dipandang sebagai krisis regional yang menuntut kolaborasi lebih besar antarnegara. Meski demikian, kondisi warga Gayo tetap menjadi salah satu yang paling memprihatinkan karena keterbatasan akses dan lambatnya distribusi pangan. Dengan kondisi ini, seruan bantuan lintas negara menjadi wajar, terutama ketika keselamatan nyawa berada di ujung tanduk. Banyak pihak meyakini bahwa solidaritas antarnegara Asia Tenggara sangat dibutuhkan dalam menghadapi ancaman iklim ekstrem seperti ini.