Jurnal Tempo – Swasembada garam kembali menjadi cita-cita besar bangsa setelah Presiden Prabowo Subianto menegaskan tenggat akhir 2027 sebagai batas waktu yang tak boleh dilanggar. Nada optimistis mengalir dari pernyataannya, karena menurut Presiden, negara harus berdiri di atas kakinya sendiri dan berhenti bergantung pada pasokan luar negeri. Oleh sebab itu, slogan “sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang” terasa sangat relevan. Dengan semangat itu, langkah besar dimulai dari wilayah pesisir paling selatan Indonesia, Rote Ndao, NTT, yang kini menjadi pusat harapan baru. Terasa jelas bahwa kebijakan ini tidak hanya tentang angka produksi, tetapi tentang harga diri bangsa yang perlahan ingin kembali berdiri tegak.
Komitmen Tegas Menteri KKP untuk Menghentikan Impor
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyambut mandat Presiden dengan ketegasan yang jarang terlihat. Ia menegaskan bahwa seluruh impor garam harus dihentikan paling lambat akhir 2027. Selain itu, ia menargetkan dua kategori industri pangan dan farmasi harus dipasok penuh dari produksi lokal mulai 31 Desember 2025. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak ingin setengah hati. Trenggono memadukan strategi dengan kerja lapangan, memastikan setiap kebijakan berjalan sesuai arah Presiden. Oleh karena itu, ia hadir langsung di sentra produksi garam nasional untuk memantau progres. Sikapnya mencerminkan komitmen kuat untuk menjadikan industri garam sebagai simbol kemandirian.
“Baca Juga : Pemotongan Dana Reses DPR: Awal Babak Baru Pengawasan Publik”
Modernisasi Rote Ndao sebagai Kawasan Sentra Industri Garam Nasional
Harapan ini diwujudkan melalui pembangunan Kawasan Sentra Industri Garam Nasional (K-SIGN) di Rote Ndao. Di lokasi ini, pemerintah menargetkan produksi sebesar 2,6 juta ton per tahun. Untuk mencapai target itu, disiapkan anggaran Rp 2 triliun serta peluang investasi bagi BUMN dan swasta. Selain itu, kawasan ini akan dilengkapi tambak modern, sistem otomatisasi pemantauan kadar garam, washing plant, dan refinery. Modernisasi tersebut diharapkan mampu mengubah Rote dari wilayah pesisir biasa menjadi pusat produksi garam canggih. Karena itu, pembenahan infrastruktur, teknologi, dan tenaga kerja menjadi fokus utama. Perubahan besar ini memberi gambaran bahwa arah pergaraman Indonesia mulai memasuki fase industri modern yang terintegrasi.
Strategi Ekstensifikasi dan Intensifikasi untuk Menguatkan Produksi
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP, Koswara, menjelaskan bahwa K-SIGN akan dibangun dalam 10 zona. Tahap pertama mencakup pembangunan 10 ribu hektare tambak modern. Di sisi lain, intensifikasi juga digencarkan bagi petambak garam rakyat agar mereka tidak tertinggal dalam proses modernisasi. Karena itu, KKP menggabungkan metode ekstensifikasi menambah luas lahan produksi dan intensifikasi meningkatkan produktivitas lahan yang sudah ada. Dengan pendekatan dua arah ini, pemerintah berharap produksi garam bisa meningkat drastis dalam waktu singkat. Pendekatan terintegrasi ini juga memastikan bahwa petambak tradisional tetap menjadi bagian penting dari ekosistem garam nasional yang baru.
“Baca Juga : Transparansi di Ujung Jari: Mengintip Kinerja Belanja APBD Lewat Portal DJPK”
Keterlibatan Petambak Rakyat Sebagai Kekuatan Utama
Ketua APGRI, Jakfar Sodikin, menegaskan pentingnya memasukkan petambak rakyat dalam strategi swasembada. Menurutnya, keterlibatan mereka bisa meningkatkan produksi 20–30 persen setiap tahun. Selain itu, Jakfar menyoroti dua teknologi penting yang dibutuhkan: pompa air tenaga surya dan SWRO untuk meningkatkan kadar baume. Dengan teknologi yang tepat, produksi per hektare bisa melonjak hingga 700 ton per tahun. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah memberikan jaminan penyerapan hasil panen serta harga pembelian minimal seperti gabah. Ia juga menyoroti perlunya pembentukan “Bulog Garam” untuk menjaga stabilitas stok dan harga. Suaranya menggambarkan harapan besar agar petambak tidak lagi hanya menjadi pelengkap, melainkan motor utama.
Produksi Garam Nasional Mulai Menggeliat
Sejak Trenggono menjabat pada 2020, produksi garam nasional mulai menunjukkan peningkatan signifikan. Pada periode 2020–2024, total produksi mencapai 7,75 juta ton. Selain itu, 2023 menjadi tahun terbaik dengan produksi mencapai 2,55 juta ton. Meskipun begitu, tantangan tetap besar karena impor masih tinggi, mencapai 13,75 juta ton dalam lima tahun. Impor terbesar terjadi pada 2021 dan 2023. Fakta ini menunjukkan bahwa meski produksi meningkat, kebutuhan industri masih melampaui kapasitas produksi nasional. Karena itu, percepatan pembangunan kawasan industri garam menjadi penting untuk mengisi celah yang masih lebar antara produksi dan konsumsi.
Investasi Asing dan BUMN Pangan mempercepat Arah Swasembada
Rote Ndao kini menjadi magnet baru bagi investor. PT Garam sebagai inisiator K-SIGN mengungkapkan bahwa sudah ada 3–4 perusahaan asing yang menyatakan minat untuk membangun pabrik di kawasan tersebut. Mereka melihat peluang besar sejak rencana penghentian impor diumumkan. Selain itu, PT Garam juga melakukan revitalisasi tambak di Madura, NTT, dan wilayah lainnya. Mereka memperkuat kualitas lahan, memodernisasi peralatan, serta mengembangkan produk olahan. Direktur Utama PT Garam menyebut bahwa swasembada bukan hanya soal kuantitas, tetapi juga tentang ketahanan industri. Dengan kolaborasi lintas sektor, pemerintah optimistis bahwa kemandirian garam bisa dicapai tepat waktu.