Jurnal Tempo – Letjen TNI (Purn) Djaka Budi Utama kembali jadi sorotan. Kali ini bukan karena kiprah militernya yang panjang dan cemerlang. Tapi karena posisi barunya sebagai pejabat tinggi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Momen pelantikannya turut mengangkat isu penting. Yakni transparansi kekayaan para pejabat tinggi negara. Isu ini sebenarnya bukan hal baru. Tapi selalu jadi pembicaraan hangat tiap ada pejabat baru. Terlebih jika sang pejabat sebelumnya dikenal dari latar militer. Ini menambah dimensi baru dalam diskusi publik.
Letjen Djaka dikenal luas dalam dunia militer Indonesia. Ia meniti karier sejak menjadi taruna di Akademi Militer. Kariernya menanjak dari bawah hingga puncak komando. Jabatan terakhirnya sebelum pensiun adalah sebagai Kepala Staf Umum TNI. Di posisi ini, Djaka dikenal tegas namun humanis. Banyak anak buahnya memuji kepemimpinannya. Usai pensiun, ia tidak langsung masuk birokrasi. Baru setelah beberapa tahun, Djaka diangkat sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Perpindahan dari militer ke sipil ini menyita perhatian. Publik mulai membandingkan rekam jejak militer dengan tugas barunya.
“Baca Juga : Isu Lingkungan dan Dana Triliunan, Ini Penjelasan Anak Buah Sri Mulyani”
Isu transparansi kekayaan pejabat negara kini tak bisa dihindari. Setiap pejabat diwajibkan melaporkan harta kekayaannya ke KPK. Termasuk Letjen Djaka Budi Utama. Namun yang menjadi sorotan bukan sekadar laporan itu sendiri. Melainkan bagaimana laporan itu dipublikasikan secara luas. Masyarakat menuntut akses informasi yang mudah. Mereka ingin tahu apakah pejabat baru memiliki kekayaan wajar. Apakah gaya hidup mereka selaras dengan penghasilan resmi.
Setelah dilantik, publik langsung mencari informasi LHKPN Djaka. Banyak yang memuji langkah cepatnya dalam melaporkan harta. Namun ada juga pihak yang menyoroti nilai harta yang dilaporkan. Beberapa warganet mempertanyakan asal muasal beberapa aset. Terutama properti dan kendaraan mewah yang tercantum dalam dokumen. Ini memunculkan diskusi di media sosial. Bahkan beberapa lembaga antikorupsi mulai memberikan sorotan khusus.
“Simak juga: Putri Kim Jong Un, Kim Ju Ae, Makin Sering Dampingi Sang Ayah di Acara Resmi
Fenomena masuknya purnawirawan militer ke birokrasi bukan hal baru. Namun transparansi kekayaan mereka kerap berbeda. Beberapa pengamat menyebut purnawirawan lebih tertutup. Sebaliknya, pejabat sipil umumnya lebih terbiasa dengan audit publik. Hal ini menjadi tantangan baru bagi Djaka. Ia harus membuktikan bahwa latar militer bukan penghalang keterbukaan. Banyak pihak berharap Djaka jadi teladan baru dalam hal ini.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki peran strategis. Tidak hanya mengurus bea masuk barang impor dan ekspor. Tapi juga jadi garda depan dalam pemberantasan penyelundupan. Dalam konteks ini, integritas pimpinan sangat penting. Oleh karena itu, publik menaruh harapan besar pada Djaka. Mereka ingin ada reformasi birokrasi di lembaga ini. Mulai dari digitalisasi layanan hingga transparansi proses internal.
Letjen Djaka tidak bisa bekerja sendiri. Ia butuh dukungan dari jajaran internal bea cukai. Tapi juga dari pihak luar seperti Kemenkeu dan KPK. Sinergi ini krusial untuk memastikan langkahnya tidak mandek. Banyak program reformasi gagal karena kurang dukungan politik. Oleh karena itu, Djaka perlu membangun komunikasi yang baik. Baik ke atas, ke bawah, maupun ke publik. Tanpa itu, segala upaya transparansi bisa sia-sia.