Jurnal Tempo – Saat KTT Perdamaian Gaza di Sharm el‑Sheikh pada Senin (13/10/2025), mikrofon milik Presiden Prabowo Subianto tak sengaja merekam percakapan pribadinya dengan Presiden AS Donald Trump. Momen ini terjadi sehabis Trump menyampaikan pidato di forum internasional tersebut. Tanpa disadari, dialog mereka terekam jelas, menyisakan kegaduhan diplomatik.
Dalam rekaman, Prabowo menyebut bahwa suatu wilayah “tidak aman dari segi keamanan,” lalu bertanya kepada Trump, “Bisakah saya bertemu Eric?” Trump segera merespon, “Saya akan meminta Eric menelepon. Dia anak baik.” Prabowo selanjutnya menambahkan, “Eric atau Don Jr.”menyebut putra sulung Trump sebagai alternatif pertemuan.
“Baca Juga : Mengurai Citra “Old Money” vs “Orang Kaya Baru”
Eric Trump dan Donald Trump Jr. menjabat sebagai Wakil Presiden Eksekutif Trump Organization, yang bergerak di realestat, perhotelan, dan usaha berbasis teknologi. Menyebut nama mereka dalam konteks diplomasi menimbulkan spekulasi: apakah permintaan itu bersifat murni politik atau menyiratkan agenda bisnis di balik layar. Hubungan perusahaan Trump dengan proyek properti di Indonesia, termasuk klub golf dan resor Bali, menjadi sorotan tambahan.
Hingga sekarang, Gedung Putih belum memberikan pernyataan resmi soal bocornya percakapan tersebut. Tentu, momen ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi diplomasi dan batas antara kehidupan publik dan urusan tersembunyi. Dalam situasi seperti ini, kekosongan tanggapan sering menimbulkan spekulasi lebih luas.
“Baca Juga : Samir Perkuat Keamanan Digital: Kanal Resmi Hadir Lindungi Konsumen Pindar”
Menurut saya, momen mic bocor ini membuka cermin tentang betapa tipisnya batas antara diplomasi publik dan kepentingan pribadi. Meminta pertemuan langsung dengan figur politik kuat seperti Eric Trump bisa dianggap wajar sebagai bagian dari diplomasi bilateraler, tapi publik berhak tahu motif di baliknya. Sikap hati-hati dalam komunikasi menjadi modal utama agar tak tercipta konflik persepsi.
Kasus ini mengingatkan pentingnya kesadaran media dan protokol yang kuat bagi pejabat publik. Di era digital, setiap kata bisa dicegat. Oleh karena itu, pejabat harus menjaga agar tindakan maupun ucapan konsisten dan transparan. Kejadian ini bukan hanya viral news, melainkan pelajaran tentang bagaimana diplomasi harus dirancang ulang dalam zaman ketika mic bisa bocor kapan saja.