
Jurnal Tempo – Pagi itu, 19 Oktober 2025, terlihat seperti hari biasa di Museum Louvre, Paris. Namun, hanya beberapa menit setelah dibuka, suasana berubah drastis. Empat pelaku tiba dengan kendaraan ber‑platform tangga mekanis menghadap Sungai Seine. Lalu, mereka langsung bergerak ke Galeri Apollo, di mana koleksi perhiasan kerajaan disimpan. Saya pribadi merasa bahwa momen “tenang sebelum badai” ini sangat krusial dalam kasus ini.
Sebelumnya, pelaku merekam skema keamanannya. Tangga ditempatkan persis di balkon lantai satu. Dengan alat pemotong listrik berbaterai, dua pelaku memotong kaca jendela. Kemudian mereka masuk dan langsung mengancam petugas keamanan. Pengunjung dievakuasi mengikuti prosedur. Saya memandang bahwa sistem keamanan, meski besar dan mapan, tetap bisa dilanggar oleh skema terencana ‑ ini menjadi pelajaran penting bagi institusi budaya.
“Baca Juga : Pertemuan Mendadak di Kediaman Jalan Kertanegara”
Menakjubkan sebenarnya bahwa seluruh aksi berlangsung kurang dari tujuh menit. Setelah merusak dua kotak kaca dan mengambil perhiasan bersejarah, pelaku sempat berusaha membakar kendaraan mereka. Namun satu pegawai museum berhasil menggagalkannya. Akhirnya, mereka kabur menggunakan dua skuter di jalan tepi Sungai Seine. Dalam pandangan saya, ini bukan hanya kecepatan ini juga sangat epik dan mengingatkan bahwa peluang kriminal bisa muncul dalam sekejap.
Apa yang dicuri bukan cuma perhiasan biasa. Koleksi tersebut adalah warisan keluarga kekaisaran Perancis, termasuk tiara berlian dan kalung zamrud. Beberapa potong kini hilang atau rusak. Ini bukan hanya kehilangan barang mewah ini kehilangan identitas budaya. Saya merasa bahwa publik sering lupa bahwa keamanan museum bukan hanya soal barang, tetapi soal menjaga warisan bersama kita.
“Baca Juga : Kasus Kepala Sekolah Menampar Siswa SMA Negeri 1 Cimarga”
Setelah peristiwa ini, banyak pihak mengungkap titik lemah sistem keamanan. Bagaimana pelaku bisa menempatkan tangga mekanis dan memotong jendela sedemikian cepat? Ini menandakan bahwa surveilans, evaluasi risiko, dan penguatan fisik harus segera ditangani. Menurut saya, institusi besar kadang percaya diri berlebihan, padahal risiko eksternal maupun internal tetap ada.
Kini, pihak berwenang tengah melakukan investigasi besar‑besaran. Museum ditutup sementara, dan ada desakan besar terhadap transparansi. Namun selain itu, kita sebagai masyarakat juga punya tugas: sadar dan mendukung perlindungan warisan budaya. Bagi saya, momen ini harus menjadi perubahan fundamental bukan sekadar perbaikan sementara. Karena sekali warisan budaya hilang, tak mudah untuk kembali utuh.