
Jurnal Tempo – Pagi itu, pelabuhan Sanya bergetar oleh dentuman sirene kapal Induk. Bendera merah lima bintang berkibar megah di bawah langit biru. Di dek baja yang luas, ribuan prajurit berdiri tegap, menyaksikan momen bersejarah ketika China meresmikan kapal induk ketiganya. Upacara ini bukan sekadar seremoni, melainkan simbol kebangkitan kekuatan laut negeri itu. Presiden Xi Jinping hadir dengan tatapan tajam, seolah menatap masa depan militernya yang kian kuat. Ketika bendera mencapai puncak tiang, tepuk tangan menggema, menyatu dengan deru ombak. Sejak saat itu, dunia tahu bahwa ambisi maritim China bukan sekadar mimpi, tetapi kenyataan yang siap berlayar jauh.
Berbeda dari dua pendahulunya, Liaoning dan Shandong, Fujian sepenuhnya dirancang dan dibangun di dalam negeri. Inilah kebanggaan industri maritim China yang kini berdiri sejajar dengan negara adidaya. Dari galangan Jiangnan hingga pelabuhan Sanya, ribuan teknisi bekerja siang dan malam. Mereka memastikan setiap baut dan pelat baja menyatu sempurna. Perjalanan panjang itu akhirnya terbayar lunas ketika Fujian menjalani uji laut tanpa hambatan berarti. Kini, kapal ini bukan hanya simbol teknologi, tetapi juga cermin kemandirian bangsa. Ia membuktikan bahwa semangat dan inovasi mampu menembus batas yang dulu dianggap mustahil.
“Baca Juga : Jokowi dan Kursi Kehormatan di Global Advisory Board Bloomberg New Economy”
Kekuatan utama Fujian terletak pada sistem peluncur elektromagnetik, atau EMALS. Teknologi ini menggantikan ski-jump tradisional dan membawa efisiensi luar biasa. Dengan EMALS, pesawat tempur dapat lepas landas lebih cepat, lebih banyak, dan dengan muatan senjata lebih berat. Selain itu, sistem ini mengurangi tekanan pada struktur pesawat, sehingga masa pakainya lebih panjang. Teknologi ini membuat Fujian setara dengan kapal induk kelas Ford milik Amerika Serikat. Setiap dorongan elektromagnetik menjadi simbol langkah maju China dalam perlombaan teknologi militer global. Kini, samudra tak lagi menjadi batas, melainkan arena unjuk kekuatan yang semakin modern.
Geladak Fujian kini menjadi rumah bagi armada udara yang mengesankan. Jet tempur J-35 yang berteknologi siluman, J-15T dengan kemampuan tempur jarak jauh, serta KJ-600 sebagai pesawat radar udara menciptakan formasi tangguh. Mereka bekerja layaknya simfoni udara yang saling melindungi dan menyerang dengan presisi. Setiap pilot yang berlatih di atas kapal ini membawa semangat baru untuk Angkatan Laut China. Dari udara, mereka dapat mengawasi lautan luas, sekaligus menegaskan kekuatan negaranya. Dengan kombinasi kecanggihan ini, Fujian bukan hanya kapal perang, tetapi pangkalan terbang bergerak yang mampu menguasai langit dan laut sekaligus.
“Baca Juga : Timnas Indonesia Siap Tempur di Dua Laga Krusial Kualifikasi Piala Dunia 2026”
Meski telah diresmikan, Fujian masih menjalani serangkaian pelatihan untuk mencapai kesiapan tempur penuh. Ribuan kru berlatih tanpa lelah, menguasai setiap detail operasi di laut. Setiap latihan adalah ujian ketahanan, mulai dari navigasi, logistik, hingga koordinasi udara. Di tengah tantangan itu, semangat mereka tidak surut. Bahkan, para analis memperkirakan butuh waktu bertahun-tahun agar Fujian benar-benar siap bertempur di samudra luas. Namun, proses panjang ini justru menjadi bukti keseriusan China dalam mengubah kekuatan militernya. Sedikit demi sedikit, kapal ini bertransformasi menjadi simbol disiplin dan keteguhan tanpa kompromi.
Fujian adalah wujud nyata dari ambisi besar Presiden Xi Jinping untuk menjadikan militernya kelas dunia pada tahun 2050. Ia bukan sekadar proyek teknologi, melainkan strategi jangka panjang untuk memperkuat posisi China di Indo-Pasifik. Dengan target modernisasi penuh pada 2035, Beijing kini melangkah pasti menuju kekuatan global. Kehadiran Fujian menjadi pesan politik yang jelas bagi dunia. China tidak lagi ingin hanya bertahan, tetapi juga memimpin. Laut, yang dulu menjadi batas pengaruhnya, kini menjadi panggung baru tempat sang naga mengembangkan cakarnya di samudra biru.
Bagi Indonesia, kehadiran Fujian di kawasan Asia Timur memberi banyak pelajaran berharga. Negara ini dapat meneladani keseriusan China dalam membangun kemandirian industri pertahanan. Selain itu, penting bagi Indonesia untuk memperkuat diplomasi maritim dan memperluas kerja sama regional agar stabilitas tetap terjaga. Laut bukan sekadar batas wilayah, tetapi sumber kehidupan yang harus dijaga bersama. Dengan memahami dinamika ini, Indonesia dapat menempatkan diri sebagai penyeimbang yang bijak di tengah persaingan global. Karena di balik ombak yang tenang, selalu ada arus kuat yang perlu dihadapi dengan kewaspadaan dan kecerdasan strategi.