Jurnal Tempo – Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, baru saja menyelesaikan kunjungannya ke Amerika Serikat. Tujuan utamanya adalah memperkuat hubungan strategis dengan Washington serta memperoleh lebih banyak bantuan dalam menghadapi agresi Rusia. Namun, Rusia mengklaim bahwa perjalanan ini tidak menghasilkan dampak yang signifikan.
Pemerintah Rusia merespons kunjungan ini dengan nada skeptis. Mereka menilai bahwa dukungan Amerika terhadap Ukraina semakin melemah. Bahkan, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyebut pertemuan Zelensky dengan Joe Biden hanya sebagai formalitas belaka. Menurutnya, tidak ada keputusan baru yang mampu mengubah jalannya perang.
“Baca Juga : Sritex Resmi Tutup, 10 Ribu Karyawan Terdampak PHK Massal”
Selain itu, Rusia percaya bahwa dukungan dari AS tidak cukup kuat untuk mengubah keseimbangan di medan tempur. Mereka menganggap bahwa Ukraina tetap berada dalam posisi sulit meskipun mendapatkan bantuan tambahan. Sikap ini semakin mempertegas bahwa Moskow tidak merasa terancam dengan langkah diplomasi Zelensky.
Dalam pertemuan dengan Biden, Zelensky menyoroti pentingnya bantuan militer yang lebih besar. Ukraina sangat membutuhkan persenjataan modern, terutama sistem pertahanan udara yang lebih canggih. Selama ini, AS telah memberikan bantuan berupa rudal, kendaraan tempur, dan sistem artileri. Namun, banyak pihak menilai bahwa bantuan tersebut masih kurang untuk menghadapi kekuatan Rusia.
“Simak juga: Galiech Rahardja Bangga pada Perubahan Positif Asri Welas”
Lebih jauh, diskusi juga mencakup potensi pengiriman jet tempur F-16 dan sistem rudal jarak jauh. Kendati demikian, AS tampaknya masih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Mereka tidak ingin eskalasi konflik semakin meningkat akibat dukungan yang terlalu besar kepada Ukraina.
Selain bantuan militer, Zelensky juga menekan AS agar lebih tegas dalam mendukung keanggotaan Ukraina di NATO. Bagi Ukraina, bergabung dengan aliansi tersebut akan menjadi langkah krusial dalam menjamin keamanan jangka panjang. Sayangnya, respons dari AS masih belum jelas.
Di sisi lain, beberapa negara anggota NATO juga masih ragu untuk menerima Ukraina. Mereka khawatir bahwa keputusan tersebut dapat memicu reaksi keras dari Rusia. Bahkan, beberapa analis menyebut bahwa ketidakpastian ini justru dapat memperpanjang konflik tanpa solusi konkret.
Rusia menilai bahwa kunjungan ini tidak membawa perubahan signifikan di medan perang. Mereka tetap yakin bahwa Ukraina tidak memiliki kapasitas untuk bertahan dalam jangka panjang. Bahkan, beberapa media Rusia menyebut bahwa perjalanan Zelensky ke AS hanyalah upaya untuk menjaga moral pasukan dan rakyatnya.
Di samping itu, Rusia juga menegaskan bahwa mereka masih memiliki kendali penuh atas situasi di garis depan. Dengan kata lain, dukungan Amerika tidak cukup untuk menggoyahkan dominasi mereka di beberapa wilayah yang telah direbut.
Meskipun Zelensky terus mendorong lebih banyak dukungan, beberapa negara Barat masih bersikap hati-hati. Mereka mempertimbangkan dampak ekonomi dan geopolitik dari bantuan yang diberikan. Uni Eropa, misalnya, masih terpecah dalam menentukan sejauh mana mereka akan membantu Ukraina.
Lebih dari itu, sebagian besar negara Eropa juga menghadapi tekanan ekonomi domestik. Mereka harus menyeimbangkan antara membantu Ukraina dan menjaga stabilitas dalam negeri. Situasi ini membuat langkah diplomasi Zelensky menjadi semakin sulit.
Terlepas dari berbagai tantangan, Ukraina tidak menyerah dalam mencari dukungan internasional. Zelensky terus melakukan lobi dengan berbagai pemimpin dunia agar bantuan tetap mengalir. Tanpa dukungan eksternal, akan sulit bagi Ukraina untuk mempertahankan diri dari agresi Rusia yang semakin intensif.