
Jurnal Tempo – Shutdown terlama AS resmi berakhir setelah Presiden Donald Trump menandatangani RUU yang memulihkan pendanaan pemerintah federal. Selama 43 hari, Amerika Serikat berada dalam kondisi mati suri, dengan ratusan ribu pegawai federal tidak menerima gaji dan berbagai layanan publik berhenti total. Kondisi ini membuat tekanan sosial meningkat, mulai dari antrean panjang di bandara hingga penutupan taman nasional. Kini, setelah RUU disahkan oleh Senat dan mendapat mayoritas dukungan di DPR yang dikuasai Partai Republik, roda pemerintahan mulai bergerak kembali. Meski demikian, proses pemulihan diperkirakan panjang karena dampaknya telah menyentuh jutaan warga. Suasana haru dan lega terlihat di berbagai kantor federal yang selama berminggu-minggu hanya menyisakan tanda “tutup” di pintu masuknya.
Shutdown terlama AS terjadi akibat kegagalan Kongres mencapai kesepakatan anggaran tahunan, terutama dalam hal pendanaan layanan kesehatan di bawah Affordable Care Act. Perbedaan tajam antara Partai Demokrat dan Partai Republik mengenai tingkat pengeluaran membuat proses perumusan anggaran bergerak sangat lambat. Ketika batas waktu pendanaan dilewati pada 1 Oktober 2025, seluruh layanan yang dianggap tidak esensial langsung dihentikan. Sementara itu, layanan penting seperti militer dan keamanan nasional tetap berjalan dengan kapasitas terbatas. Kebuntuan ini memperlihatkan rapuhnya dinamika politik di Washington, di mana perbedaan ideologi kerap mengorbankan stabilitas negara. Banyak pihak menilai bahwa ketegangan di Kongres menjadi pemicu utama terganggunya pelayanan publik selama lebih dari satu bulan.
Shutdown terlama AS meninggalkan jejak mendalam pada kehidupan masyarakat. Banyak pegawai federal dipaksa mengambil pekerjaan tambahan demi bertahan, sementara sebagian lainnya mengandalkan tabungan yang kian menipis. Layanan publik seperti jaminan sosial dan verifikasi keamanan penerbangan mengalami gangguan serius sehingga menimbulkan kekacauan di lapangan. Infrastruktur wisata seperti taman nasional tutup total, membuat perekonomian daerah yang bergantung pada kunjungan turis ikut terpukul. Kondisi ini menunjukkan betapa luasnya dampak shutdown ketika pemerintah federal kehilangan kewenangan memutar anggaran operasionalnya. Masyarakat berharap kejadian ini menjadi pelajaran penting agar perumusan anggaran di masa mendatang tidak lagi membawa negara ke situasi serupa.
“Baca Juga : Jenazah Antasari Azhar Akan Dishalatkan di Masjid Asy Syarif BSD”
Shutdown terlama AS memunculkan luapan emosi dari berbagai kubu politik. Meski DPR akhirnya menyetujui RUU pengakhiran shutdown dengan dukungan mayoritas Partai Republik, sejumlah anggota Partai Demokrat justru menyuarakan kekecewaan. Mereka menganggap pimpinan partai terlalu cepat menyerah dalam negosiasi, sehingga kehilangan kesempatan untuk menekan kubu lawan terkait kebijakan kesehatan. Di sisi lain, Trump menggunakan momentum ini untuk menyalahkan Demokrat atas krisis yang terjadi. Saat berbicara di Ruang Oval, ia mengajak masyarakat mengingat peristiwa ini ketika memilih pada pemilu paruh waktu tahun depan. Suasana politik yang tegang menunjukkan bahwa dampak shutdown tidak hanya dirasakan oleh masyarakat, tetapi juga menambah panas rivalitas dua partai besar di AS.
Shutdown terlama AS membuat banyak kantor federal bekerja ekstra keras untuk mengejar ketertinggalan layanan. Para pegawai yang sebelumnya tidak digaji mulai kembali bekerja, meski banyak tugas menumpuk akibat lebih dari sebulan tidak beroperasi. Pemerintah federal juga harus melakukan audit terhadap kerugian ekonomi yang ditimbulkan selama penutupan berlangsung. Sementara itu, berbagai instansi berusaha menenangkan publik dengan memastikan bahwa pembayaran retroaktif akan diproses segera. Walaupun roda pemerintahan akhirnya kembali berputar, suasana kerja dipenuhi campuran kelelahan dan kelegaan. Banyak pegawai mengaku trauma dengan ketidakpastian pendanaan yang sewaktu-waktu bisa kembali terjadi apabila politik negara kembali buntu.
“Baca Juga : Ledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, TNI AL Sampaikan Duka dan Ambil Langkah Cepat”
Shutdown terlama AS memberikan panggung bagi Trump untuk menegaskan posisinya di hadapan para pendukung. Setelah menandatangani RUU, ia menyampaikan pesan tegas bahwa pemerintahannya tidak akan tunduk pada apa yang ia sebut sebagai “pemerasan politik.” Dikelilingi anggota Kongres Partai Republik, ia menilai krisis ini sebagai bukti bahwa pemungutan suara mendatang harus mencerminkan kehendak rakyat untuk stabilitas negara. Pernyataan ini sekaligus menjadi sinyal bahwa isu shutdown akan menjadi senjata politik menjelang pemilu paruh waktu. Dengan retorika yang khas, Trump berupaya membangun narasi bahwa keberhasilannya mengakhiri shutdown merupakan bentuk kemenangan melawan tekanan oposisi.