Jurnal Tempo – Rencana pemasangan eskalator di kompleks Candi Borobudur memunculkan perdebatan sengit. Warganet hingga tokoh budaya pun bersuara. Sebagian menyambut dengan antusias. Namun sebagian lain mengecam tajam proyek ini. Isu ini semakin panas setelah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) angkat bicara. Proyek ini dianggap sensitif. Tidak hanya menyentuh ranah aksesibilitas. Tapi juga menyentuh nilai sejarah dan spiritual yang terkandung. Candi Borobudur bukan sembarang situs. Ini adalah warisan budaya dunia. UNESCO bahkan memberi perhatian khusus.
“Baca Juga : Canon Perkenalkan EOS R50 V, Kamera Kecil Harga Makin Terjangkau”
Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, menjelaskan latar belakang proyek tersebut. Menurutnya, pembangunan ini bukan tanpa pertimbangan matang. Pemerintah menginginkan candi bisa diakses oleh semua kalangan. Termasuk penyandang disabilitas dan lansia. Selama ini, akses ke atas candi sangat terbatas. Banyak pengunjung kesulitan mendaki ratusan anak tangga. Terutama mereka yang punya kendala fisik. Eskalator dianggap solusi cepat. Meski bersifat sementara, desainnya tetap mengikuti kaidah konservasi. Basuki menyebut ini bukan permanen. Hanya dibangun untuk mempermudah pelaksanaan uji coba.
Tak sedikit masyarakat yang menolak keras wacana ini. Penolakan datang dari sejarawan, aktivis budaya, dan netizen. Mereka menilai pemasangan eskalator bisa mencederai nilai sakral. Borobudur adalah tempat ibadah dan meditasi. Banyak yang menyayangkan pendekatan teknokratik pemerintah. Sejarawan menyebut ini bentuk ketidakpekaan terhadap sejarah. Bahkan sejumlah pegiat lingkungan mengkhawatirkan dampaknya. Mereka menilai intervensi ini berisiko pada kestabilan struktur. Borobudur dibangun tanpa semen. Eskalator bisa mengganggu kestabilan batuan tua itu.
“Simak juga: Harvard Vs Trump: Mahasiswa Asing Terjepit di Tengah Konflik”
Menanggapi kritik tersebut, pihak PUPR mengklarifikasi. Eskalator tidak akan dipasang di struktur candi utama. Melainkan di area pelataran bawah. Dengan begitu, nilai estetika dan kesucian tetap dijaga. Eskalator pun akan dibongkar usai uji coba selesai. Pemerintah menegaskan tidak akan sembarangan. Semua tahapan dilakukan berdasarkan rekomendasi ahli. Konsultasi dengan UNESCO pun sedang berlangsung. Menteri Basuki mengatakan proyek ini transparan. Semua pihak bisa mengakses dokumen teknisnya. Termasuk rencana pembangunan dan pembongkaran.
Dalam era modern, teknologi bisa menjadi alat bantu konservasi. Eskalator dianggap sebagai bagian dari inklusivitas. Namun tetap harus dikaji dari sisi etika dan keberlanjutan. Beberapa ahli konservasi mendukung proyek ini. Dengan catatan, penerapan teknologi tidak merusak nilai cagar budaya. Penggunaan material non-invasif menjadi syarat utama. Bahkan sistem eskalator harus bisa dibongkar cepat. Ini penting agar situs tetap utuh. Pihak kementerian juga menjanjikan dokumentasi menyeluruh. Termasuk pengawasan ketat saat pemasangan.
Tokoh agama Buddha turut angkat suara. Mereka menilai niatnya baik, tapi implementasinya perlu kehati-hatian. Jangan sampai teknologi malah menghilangkan nilai spiritual. Candi Borobudur bukan hanya obyek wisata. Tapi juga tempat peribadatan yang sakral. Budayawan seperti Butet Kartaredjasa juga mengkritisi proyek ini. Ia menyebut perlu ada forum publik. Supaya masyarakat bisa menyampaikan pandangannya. Partisipasi publik jadi kunci keberhasilan. Tanpa itu, proyek ini bisa kehilangan legitimasi sosial.
Diskusi tentang eskalator Borobudur ramai di media sosial. Tagar seperti #SaveBorobudur dan #EskalatorBorobudur viral. Sebagian pengguna menilai ini pelecehan budaya. Namun tak sedikit pula yang mendukung demi akses setara. Komentar terbagi dua kubu. Ada yang menyebut ini kemajuan. Tapi ada juga yang menganggap ini dekadensi. Diskusi menjadi medan perang opini. Bahkan sempat muncul petisi daring. Isinya meminta pemerintah menghentikan proyek. Petisi itu mendapat ribuan tanda tangan dalam waktu singkat.
Menteri PUPR mengatakan proyek akan tetap berjalan. Namun pemerintah membuka ruang dialog. Semua masukan akan didengar dengan seksama. Termasuk dari UNESCO dan tokoh masyarakat. Pemerintah juga akan menyusun dokumen AMDAL. Untuk memastikan tidak ada kerusakan lingkungan. Pihak kementerian menyadari sensitivitas proyek ini. Oleh karena itu, mereka meminta masyarakat bersabar. Proyek masih dalam tahap awal. Belum ada konstruksi nyata yang dilakukan. Semua baru tahap uji konsep dan konsultasi.