Kemendag Ingatkan Risiko Tumpang Tindih Aturan Pungutan Ekspor dalam RUU Komoditas Strategis
Jurnal Tempo – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyoroti rancangan Undang-Undang (RUU) Komoditas Strategis yang mengatur pungutan ekspor. Menurut Kemendag, aturan tersebut berpotensi tumpang tindih dengan regulasi yang sudah ada. Kekhawatiran ini muncul karena berbagai beleid sebelumnya juga mengatur hal yang sama.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan, menjelaskan bahwa pungutan ekspor sudah diatur dalam beberapa peraturan. Misalnya, UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan PP No. 24 Tahun 2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan. Selain itu, Perpres No. 132 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Dana Perkebunan juga masih berlaku.
Dalam rapat kerja dengan Badan Legislatif DPR, Iqbal menyebut bahwa Pasal 46 dalam draf RUU mengatur kembali pungutan ekspor. Ia menilai langkah ini justru berpotensi menimbulkan ketidakjelasan hukum. Menurutnya, pengaturan ulang tanpa harmonisasi bisa memperburuk kepastian bagi pelaku usaha.
Selain Pasal 46, Iqbal juga menyoroti Pasal 45 dalam RUU yang mengatur kewajiban verifikasi teknis untuk setiap ekspor. Ia menilai kewajiban ini dapat menambah beban biaya bagi eksportir. Saat ini, tidak ada komoditas perkebunan yang menggunakan instrumen larangan terbatas (lartas) berupa verifikasi tarif ekspor.
RUU Komoditas Strategis mendefinisikan komoditas strategis sebagai barang hasil bumi atau budidaya perkebunan yang bisa diperjualbelikan. Barang tersebut dapat disimpan, dimanfaatkan sebagai bahan mentah atau olahan, dan diklasifikasikan sesuai standar perdagangan nasional maupun internasional.
Menurut publikasi DPR, komoditas yang termasuk dalam kategori strategis meliputi:
Komoditas tersebut dianggap memiliki peranan penting dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup.