Economic

Ekonomi RI di Balik Wacana Kenaikan Pajak Menjadi 12 Persen

Jurnal Tempo – Ekonomi RI saat ini menghadapi tantangan baru dengan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen. Kebijakan ini direncanakan berlaku mulai 1 Januari 2025, sesuai amanat UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Rencana tersebut memicu perdebatan luas karena dianggap akan memperburuk daya beli masyarakat. Banyak pihak menilai kebijakan ini dapat menciptakan dampak domino yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia.

Protes dari Buruh dan Masyarakat

Kalangan buruh menjadi salah satu kelompok yang paling vokal menolak kenaikan ini. Said Iqbal, Presiden KSPI, mengancam akan menggelar aksi mogok nasional melibatkan jutaan buruh jika pemerintah tidak membatalkan kebijakan tersebut.

Selain buruh, masyarakat umum juga mulai bergerak. Sebuah petisi yang meminta pemerintah membatalkan kenaikan pajak berhasil mengumpulkan ribuan tanda tangan. Masyarakat khawatir kenaikan PPN akan berdampak langsung pada harga barang kebutuhan pokok, sehingga makin membebani ekonomi rumah tangga.

Baca juga: Tiket Pesawat Turun 10% Jelang Persiapan Masa Liburan

Dampak Kenaikan PPN terhadap Ekonomi RI

Menurut para ekonom, kenaikan PPN menjadi 12 persen dapat membawa enam dampak signifikan terhadap Ekonomi RI:

  1. Tekanan pada Konsumsi Rumah Tangga
    Harga barang dan jasa akan meningkat, sehingga masyarakat cenderung mengurangi konsumsi.
  2. Penurunan Kinerja Produksi
    Jika permintaan turun, produsen akan menghadapi masalah stok barang yang tidak terjual.
  3. Meningkatnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
    Penurunan produksi berpotensi meningkatkan PHK, yang selanjutnya memperburuk pengangguran.
  4. Penurunan Minat Investasi
    Kondisi pasar yang tidak stabil dapat membuat investor enggan berinvestasi di Indonesia.
  5. Target Pertumbuhan Ekonomi Sulit Tercapai
    Konsumsi yang melemah akan berdampak pada kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
  6. Dampak pada Penerimaan Negara
    Meskipun tarif pajak naik, potensi penurunan konsumsi dapat mengurangi penerimaan negara secara nominal.

Sikap Pemerintah dan DPR

Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan kenaikan PPN ini bertujuan menjaga kesehatan APBN. Menurutnya, APBN harus tetap berfungsi sebagai instrumen penstabil ekonomi dalam menghadapi krisis global.

Sementara itu, DPR RI menyerahkan sepenuhnya keputusan pelaksanaan kenaikan ini kepada pemerintah. Mereka menegaskan bahwa kebijakan tersebut sudah menjadi kesepakatan dalam undang-undang.

Simak juga: Boneka Mistis Asli Indonesia yang Punya Ruang Mistis Tersendiri

Menimbang Risiko dan Harapan

Meskipun pemerintah berdalih bahwa kenaikan PPN adalah langkah strategis untuk memperkuat perekonomian, masyarakat menilai kebijakan ini kurang memperhatikan kondisi riil. Dengan daya beli yang masih rendah, kenaikan pajak berpotensi menimbulkan gejolak ekonomi yang lebih besar.

Pemerintah diharapkan dapat mengevaluasi ulang rencana ini dengan mempertimbangkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan fiskal yang sensitif terhadap situasi ekonomi masyarakat akan menjadi kunci dalam menjaga stabilitas Ekonomi RI.