Jurnal Tempo – Langit Iran kembali menjadi simbol ketegangan geopolitik yang belum mereda. Pada akhir Desember 2025, laporan media pemerintah menyebutkan Iran menggelar latihan rudal di sejumlah wilayah strategis. Kabar ini langsung menarik perhatian dunia internasional, terutama Amerika Serikat dan Israel yang selama ini menaruh kekhawatiran besar terhadap pengembangan persenjataan Teheran. Di balik latihan tersebut, tersimpan narasi lama tentang rasa waswas, pertahanan diri, dan pesan politik yang ingin disampaikan. Iran berada dalam posisi yang sensitif, terjepit antara tekanan diplomatik dan ancaman militer. Setiap manuver militer kini dibaca bukan sekadar latihan, melainkan sinyal kesiapan menghadapi kemungkinan terburuk. Situasi ini membuat kawasan Timur Tengah kembali berdenyut tegang, seolah mengingatkan bahwa konflik lama belum benar-benar selesai, hanya tertahan oleh waktu.
Laporan Latihan Rudal di Berbagai Kota
Media pemerintah Iran melaporkan bahwa latihan rudal dilakukan di sejumlah kota penting, termasuk Teheran, Isfahan, dan Mashhad. Kanal Telegram lembaga penyiaran nasional serta kantor berita semi-resmi Nournews menyebarkan video yang diklaim memperlihatkan peluncuran rudal. Gambar-gambar tersebut segera beredar luas dan memicu spekulasi. Bagi publik domestik Iran, tayangan itu menghadirkan rasa bangga sekaligus waspada. Bagi pengamat internasional, informasi ini menjadi potongan puzzle yang belum utuh. Reuters menyebutkan tidak dapat memverifikasi secara independen keaslian video tersebut. Ketidakjelasan ini memperlihatkan betapa rapuhnya batas antara informasi dan persepsi di era konflik modern. Meski begitu, pesan utama tetap terasa kuat: Iran ingin menunjukkan bahwa sistem pertahanannya aktif dan siap, di tengah meningkatnya tekanan eksternal.
“Baca Juga : Permintaan Maaf Presiden Prabowo dan Janji Pemulihan untuk Pengungsi Aceh”
Bantahan Resmi dan Kabut Informasi
Beberapa jam setelah laporan latihan rudal menyebar, media pemerintah Iran mengutip sumber yang disebut memahami situasi dan membantah adanya uji coba rudal. Menurut sumber tersebut, gambar yang beredar justru menunjukkan pesawat terbang di ketinggian, bukan peluncuran senjata. Bantahan ini menciptakan lapisan baru dalam kabut informasi yang menyelimuti peristiwa tersebut. Publik internasional pun terbelah antara percaya dan ragu. Perbedaan narasi ini mencerminkan dinamika komunikasi Iran yang sering kali berhati-hati, terutama saat sorotan global sedang tajam. Dalam situasi seperti ini, informasi bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga instrumen strategi. Ketidakpastian justru menjadi ruang bagi spekulasi dan kekhawatiran, memperkuat ketegangan tanpa perlu satu tembakan pun dilepaskan.
Kekhawatiran AS dan Israel yang Meningkat
Di sisi lain, Amerika Serikat dan Israel terus memantau setiap perkembangan militer Iran. Laporan NBC News menyebutkan Presiden AS Donald Trump dijadwalkan menerima pengarahan khusus dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Dalam agenda tersebut, program rudal balistik Iran disebut sebagai ancaman serius yang membutuhkan respons cepat. Israel juga dikabarkan khawatir Iran tengah membangun kembali fasilitas pengayaan nuklir yang sebelumnya diserang. Kekhawatiran ini membuat opsi militer kembali masuk dalam pembahasan tingkat tinggi. Bagi Israel, setiap peningkatan kemampuan rudal Iran bukan sekadar isu regional, melainkan persoalan eksistensial. Situasi ini menempatkan Iran di pusat pusaran tekanan, di mana setiap langkah militer berpotensi memicu reaksi berantai dari kekuatan besar dunia.
“Baca Juga : Listrik Sumbar Pulih 100 Persen Usai Banjir Besar: Harapan Baru dari Tanah yang Diuji”
Rudal Balistik dan Persepsi Ancaman Global
Negara-negara Barat selama ini memandang arsenal rudal balistik Iran sebagai ancaman terhadap stabilitas Timur Tengah. Rudal-rudal tersebut dinilai mampu membawa hulu ledak konvensional jarak jauh dan, secara teoritis, dapat digunakan sebagai sarana pengiriman senjata nuklir. Persepsi inilah yang membuat latihan atau pengembangan apa pun selalu memicu reaksi keras. Iran, di sisi lain, berulang kali menegaskan bahwa program militernya bersifat defensif dan tidak bertujuan membangun bom atom. Namun, di tengah sejarah panjang konflik dan ketidakpercayaan, penegasan itu sering kali kalah oleh kekhawatiran. Ketegangan ini menunjukkan betapa senjata tidak hanya berbicara melalui daya hancur, tetapi juga melalui simbol, persepsi, dan trauma konflik masa lalu yang belum sepenuhnya pulih.
Politik di Balik Manuver Militer
Latihan rudal, benar atau tidak, membawa pesan politik yang kuat. Bagi Iran, ini dapat dibaca sebagai pernyataan keteguhan menghadapi tekanan dan ancaman serangan ulang. Bagi lawan-lawan politiknya, manuver tersebut menjadi pengingat bahwa konflik belum benar-benar berakhir. Di tengah diplomasi yang rapuh, kekuatan militer sering dijadikan bahasa yang paling mudah dipahami. Namun bahasa ini juga paling berisiko, karena satu kesalahan tafsir dapat memicu eskalasi. Iran kini berada di persimpangan antara menunjukkan kekuatan dan menjaga stabilitas. Dunia pun menahan napas, menyadari bahwa di balik latihan dan bantahan, tersimpan ketegangan yang sewaktu-waktu bisa berubah menjadi krisis nyata.