Jurnal Tempo – Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengimbau Presiden AS Donald Trump agar memanfaatkan momentum gencatan senjata Gaza sebagai pemicu perdamaian di Ukraina. Seruan itu disampaikan melalui telepon pada Sabtu, 11 Oktober 2025. Dalam pembicaraan itu, keduanya juga membahas permintaan agar AS mengizinkan pengiriman rudal jelajah Tomahawk guna memperkuat kemampuan serangan jarak jauh Ukraina terhadap Rusia.
Zelensky berargumen bahwa jika perang bisa dihentikan di satu front yakni Gaza maka konflik lainnya, termasuk konflik Rusia‑Ukraina, juga bisa disudahi. Ia menyebut seruan itu sebagai momentum moral dan simbolik, agar tekanan diplomatik dapat diperluas. Trump sebelumnya menyatakan siap menjual rudal Tomahawk ke negara anggota NATO, memungkinkan suplai ke Ukraina.
“Baca Juga : Insiden Laut Tiongkok Selatan yang Memanas“
Dalam dialognya, Zelensky menegaskan bahwa Tomahawk akan menjadi game-changer di konflik jarak jauh. Namun Trump menyatakan bahwa ia ingin memahami rencana Ukraina dalam menggunakan senjata tersebut agar tak memicu eskalasi baru. Rusia pun memperingatkan bahwa pengiriman Tomahawk akan dianggap sebagai intervensi langsung.
Telepon itu terjadi tepat saat Ukraina menghadapi lonjakan serangan udara dari Rusia. Jaringan listrik di Kyiv dan wilayah lain padam menyusul serangan terhadap infrastruktur energi Ukraina. Panglima Ukraina menyebut bahwa jumlah drone dan rudal yang diluncurkan Rusia meningkat drastis dalam sebulan terakhir.
“Simak Juga : Ambisi Besar dan Harapan Menuju Piala Dunia 2026”
Langkah Zelensky mengaitkan konflik Gaza dan Ukraina menunjukkan bahwa diplomasi lintas konflik semakin relevan. Dalam pandangan saya, meski perbedaan konteks besar, keberhasilan di satu front bisa memperkuat legitimasi tuntutan perdamaian di tempat lain. Namun, pendekatan ini juga berisiko jika disalahgunakan sebagai alat politik daripada jalan nyata menuju resolusi damai. Jika AS benar mengizinkan Tomahawk, dunia akan menyaksikan titik balik signifikan baik ke arah perdamaian atau eskalasi.