Jurnal Tempo – Pernyataan pedas yang dilontarkan oleh ipar Prabowo Subianto mendadak menjadi sorotan. Terutama setelah menyentil kebijakan dagang Donald Trump. Hal ini sontak memicu reaksi dari berbagai kalangan di Amerika Serikat. Reaksi tersebut datang bukan hanya dari lingkaran politik, tetapi juga komunitas bisnis. Dalam wawancara yang disiarkan oleh media internasional, kritik tersebut dianggap sebagai cerminan ketidakpuasan terhadap proteksionisme ekonomi. Banyak yang menilai ucapan itu tidak mewakili sikap resmi pemerintah Indonesia. Namun, dampaknya tetap menimbulkan perbincangan panas di Washington DC.
Departemen Perdagangan Amerika Serikat memberikan tanggapan resmi terkait komentar tersebut. Lewat juru bicara resminya, mereka menyebut bahwa kritik tersebut keliru. Mereka menganggap kebijakan Trump saat menjabat adalah bentuk perlindungan terhadap produsen lokal. AS menekankan bahwa kebijakan itu bertujuan memperbaiki defisit neraca perdagangan yang memburuk. Selain itu, pihaknya juga meminta klarifikasi apakah pernyataan tersebut mencerminkan sikap pemerintah Indonesia. Dalam hal ini, Kementerian Luar Negeri RI langsung menegaskan bahwa itu pandangan pribadi. Bukan pernyataan resmi negara.
“Baca Juga : Jaecoo J7 SHS: SUV Hybrid Tangguh dengan Jarak Tempuh 1.377 Km!”
Media Amerika memiliki sikap berbeda dalam menyikapi isu ini. The New York Times menganggap kritik itu berani namun kurang bijak. CNN justru menyebutnya sebagai bentuk kejujuran dari tokoh politik Asia. Sementara itu, Fox News menilai pernyataan tersebut menyerang warisan politik Trump. Mereka menyebut pernyataan itu provokatif dan tidak berdasar. Beberapa media konservatif lain bahkan mengaitkannya dengan manuver politik dalam negeri Indonesia. Hal ini menambah kompleksitas hubungan bilateral kedua negara. Tak sedikit yang menduga akan ada efek diplomatik jangka pendek.
Reaksi keras dari tokoh Partai Republik di Amerika Serikat menjadi sorotan tajam karena dikaitkan dengan dinamika geopolitik Asia Tenggara. Salah satu yang menarik perhatian adalah komentar dari Hashim Djojohadikusumo, ipar Prabowo Subianto, yang juga dikenal sebagai pengusaha dan tokoh berpengaruh di Indonesia. Ia menanggapi pernyataan Senator Tom Cotton dengan nada tegas dan mempertanyakan motif di balik sikap anti-China yang agresif.
Hashim menekankan pentingnya menjaga keseimbangan diplomatik, terutama ketika Indonesia tengah berupaya memainkan peran netral di tengah ketegangan global. Menurutnya, retorika Partai Republik justru berpotensi memperumit kerja sama pertahanan kawasan yang selama ini dijalin bersama negara-negara ASEAN. Komentar Hashim memancing berbagai reaksi dari pengamat, yang menilai bahwa suara dari lingkaran dekat Prabowo bisa mencerminkan arah kebijakan luar negeri ke depan.
“Simak juga: Tren Kenaikan Harga Pangan 2025: Dampak Ekonomi Global Terhadap Kebutuhan “
Pasar saham merespons pernyataan itu dengan hati-hati. Tidak ada gejolak besar, tetapi saham perusahaan multinasional yang berkaitan dengan Indonesia sempat melemah. Investor menunggu kejelasan apakah ada tindak lanjut resmi dari AS atau Indonesia. Beberapa analis menyebut pasar sudah terbiasa dengan ketegangan diplomatik semacam ini. Namun jika tidak dikendalikan, situasi ini bisa berdampak negatif. Khususnya bagi perusahaan ekspor-impor yang bergantung pada kemudahan perdagangan. Beberapa perusahaan juga meminta perwakilan dagang AS segera memperjelas sikapnya. Hal ini bertujuan meredam kekhawatiran pelaku pasar.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan segera memberi penjelasan. Mereka menyatakan bahwa kebijakan dagang tetap berjalan sesuai kesepakatan bilateral. Pemerintah menegaskan bahwa tidak ada perubahan sikap terhadap mitra dagang utama. Dalam konferensi pers, Menteri Perdagangan menyebut bahwa hubungan dagang dengan AS tetap kuat. Pernyataan pribadi tidak akan memengaruhi kerangka kerja sama ekonomi. Hal ini disambut baik oleh pelaku industri dalam negeri. Mereka berharap polemik ini segera mereda dan tidak dibesar-besarkan. Apalagi saat ini banyak perusahaan sedang fokus pada pemulihan pascapandemi.
Sejumlah akademisi dari Amerika dan Indonesia turut memberikan pandangan. Profesor hubungan internasional dari Yale menyebut komentar tersebut sebagai “kejutan tak perlu.” Ia menilai bahwa tokoh publik harus berhati-hati dalam menyampaikan opini. Di sisi lain, ekonom dari Universitas Indonesia menyebut reaksi AS agak berlebihan. Menurutnya, perbedaan pandangan adalah hal biasa dalam diplomasi global. Ia menyarankan agar kedua negara fokus pada stabilitas ekonomi. Pendekatan rasional dan dialog terbuka tetap jadi jalan terbaik. Pandangan ini diamini oleh banyak pakar hubungan luar negeri.
Tak sedikit yang berspekulasi bahwa pernyataan ipar Prabowo memiliki motif politik tertentu. Beberapa analis dalam negeri menyebut ini bagian dari strategi menaikkan pamor. Apalagi menjelang kontestasi politik 2029, banyak figur mulai unjuk gigi. Dalam konteks global, hal semacam ini bisa berdampak lebih luas. AS dikenal reaktif terhadap kritik dari tokoh asing, terlebih jika menyangkut isu nasionalisme. Spekulasi ini semakin kuat karena tidak ada permintaan maaf. Justru pihak yang bersangkutan mengulangi kritiknya lewat media sosial. Ini mempertegas posisi dan makin memperkeruh suasana.
Pernyataan tersebut menjadi viral di media sosial dalam waktu singkat. Di Twitter, tagar terkait langsung masuk daftar trending topic. Beberapa warganet Indonesia membela dan menyebut keberanian itu patut dihargai. Sementara warganet AS banyak yang menganggapnya sebagai serangan tak berdasar. Di TikTok, banyak video reaksi yang memperolok pernyataan itu. Namun ada juga video edukatif yang menjelaskan konteks hubungan dagang AS-Indonesia. Platform media sosial memperkuat dampak dari ucapan tersebut. Kini, apapun yang dikatakan tokoh publik bisa langsung viral dan berdampak nyata.