Jurnal Tempo – Langkah Presiden Rusia Vladimir Putin dalam mengajukan jalan damai kembali menyita perhatian dunia. Kali ini, respons datang dari Amerika Serikat yang menanggapi dengan sangat hati-hati. Dalam berbagai pertemuan diplomatik dan konferensi pers, Putin menekankan perlunya penyelesaian konflik melalui dialog terbuka. Namun, pihak Washington tidak serta-merta memberikan dukungan penuh. Reaksi tersebut mencerminkan posisi yang kompleks dan penuh pertimbangan. Meskipun narasi perdamaian mengemuka, kecurigaan tetap tinggi. Pengamat menyebutkan ini sebagai bagian dari strategi geopolitik Rusia. Di sisi lain, AS terus menjaga kepentingan globalnya.
Tawaran damai dari Putin muncul di tengah ketegangan yang belum mereda. Sejak invasi ke Ukraina, Rusia menghadapi sanksi internasional. Tawaran ini disebut sebagian kalangan sebagai manuver politik. AS melihat inisiatif itu tidak sepenuhnya murni. Mereka mengkhawatirkan adanya niat tersembunyi di balik diplomasi ini. Meski demikian, Putin menyampaikan proposalnya secara terbuka. Ia juga menyerukan dialog langsung antar pemimpin negara. Rusia mengklaim ingin mengakhiri konflik berkepanjangan ini. Namun, skeptisisme di Barat sangat tinggi. Negara-negara NATO tetap memperkuat posisi mereka di Eropa Timur. Ini menandakan masih adanya ketidakpercayaan terhadap Kremlin.
“Baca Juga : Anjlok Rp11.000, Harga Emas Antam di Pegadaian Jadi Sorotan”
Pemerintah AS melalui juru bicara Gedung Putih menanggapi dengan pernyataan yang sangat diplomatis. Mereka menyebutkan bahwa semua opsi masih dikaji. Tidak ada penolakan langsung terhadap tawaran Rusia. Namun, mereka juga tidak menunjukkan antusiasme yang besar. Respons hati-hati ini mengindikasikan adanya kalkulasi strategis. Amerika mempertimbangkan segala kemungkinan sebelum mengambil keputusan. Terutama menyangkut dampak pada sekutunya di Eropa. Dalam situasi seperti ini, pernyataan resmi sering kali sangat terukur. Media AS pun ikut menggambarkan dinamika ini sebagai ujian diplomasi. Belum ada sinyal pasti apakah dialog akan segera dimulai.
Beberapa negara menyambut baik langkah Putin sebagai peluang baru. Negara seperti Turki dan India menyarankan agar semua pihak duduk bersama. Mereka menginginkan jalur damai dijajaki secara serius. Namun, negara-negara Eropa Barat masih berhati-hati. Jerman dan Prancis belum menunjukkan dukungan terbuka. Mereka masih menunggu kepastian dari langkah-langkah konkret Rusia. Bahkan PBB pun memberikan tanggapan yang sangat diplomatis. Sekjen PBB mengimbau semua pihak menahan diri. Dunia kini menunggu apakah akan ada terobosan nyata. Tawaran damai ini juga menciptakan polarisasi di kalangan analis. Sebagian menganggap ini hanya pencitraan dari Rusia.
“Simak juga: Rumah Sakit Siloam Mampang Mulai Terapkan Stem Cells”
Analis keamanan menyebut ada kemungkinan tawaran ini memiliki agenda tersembunyi. Rusia bisa jadi hanya ingin meredakan tekanan ekonomi. Atau bahkan mencoba membelah solidaritas Barat. Hal ini menjadi perhatian utama Washington. AS menilai bahwa tawaran perdamaian bisa digunakan sebagai alat propaganda. Mereka tidak ingin tertipu oleh narasi diplomasi yang semu. Oleh karena itu, pendekatan AS tetap sangat berhati-hati. Pemerintah Biden menekankan pentingnya verifikasi dan niat tulus. Mereka menginginkan bukti nyata dari komitmen Rusia. Di sisi lain, tekanan dari dalam negeri AS juga tinggi. Publik menuntut akuntabilitas dalam setiap keputusan diplomatik.
Pemerintah Ukraina bersikap sangat skeptis terhadap tawaran ini. Presiden Zelensky menyebut tidak ada niat tulus dari Kremlin. Mereka menilai bahwa Rusia belum menghentikan serangan militer. Bahkan, serangan ke wilayah timur Ukraina terus terjadi. Tawaran damai dinilai hanya taktik penundaan. Ukraina meminta jaminan keamanan internasional sebagai syarat dialog. Mereka tidak ingin sejarah berulang kembali. Sebelumnya, perjanjian damai Minsk gagal dijalankan. Oleh karena itu, Ukraina menginginkan dukungan lebih dari AS. Mereka juga berharap NATO tetap solid dalam sikap. Posisi Ukraina sangat penting dalam proses perdamaian ini.