Jurnal Tempo – Sidang Maradona yang dijadwalkan ulang pada pekan ini menghadirkan sejumlah kontroversi dan pertanyaan penting. Proses persidangan film dokumenter interaktif tersebut tiba-tiba dibatalkan setelah pihak terkait mengajukan keberatan hukum. Kesimpangsiuran informasi membuat publik bertanya-tanya apakah pembatalan ini memang didasari oleh fakta hukum yang kuat atau justru sekadar kecelakaan prosedural belaka.
Pada awal tahun, keluarga Maradona menggugat rumah produksi yang akan menayangkan film dokumenter tentang kisah terakhir sang legenda sepak bola. Mereka menilai karya tersebut melanggar hak cipta, privasi, dan ketentuan waralaba. Gugatan resmi terdaftar di Pengadilan Negeri Buenos Aires pada 5 April 2025, dengan tuntutan ganti rugi dan pelarangan tayang. Gugatan ini memicu perdebatan di kalangan penggemar maupun praktisi perfilman internasional.
“Baca Juga : Langkah Strategis PSSI di Tengah Peta Persaingan Asia”
Sidang pertama dijadwalkan pada 15 Mei 2025. Tim kuasa hukum rumah produksi menyiapkan bukti berupa kontrak kerja, lisensi musik, dan izin lokasi syuting. Mereka berharap dapat membuktikan semua materi dalam film sudah melalui proses legal. Namun, muncul klaim bahwa ada salah satu adegan yang menampilkan footage eksklusif tanpa izin keluarga.
Pada H-1 persidangan, hakim ketua menerima permohonan eksepsi dari pihak penggugat. Mereka menilai surat panggilan tidak memenuhi syarat formil. Hakim kemudian menunda persidangan hingga masalah administrasi diselesaikan. Keputusan ini resmi dibacakan pada 14 Mei 2025 siang hari. Penundaan dadakan ini memicu spekulasi bahwa ada intervensi pihak ketiga.
“Simak juga: Penundaan Pajak Ekspor CPO oleh GAPKI terhadap Petani”
Penundaan sidang berdampak signifikan pada jadwal festival film internasional. Distributor film pun menunda pengumuman tanggal rilis di beberapa negara. Di sisi lain, publikasi tentang Maradona kembali memuncak dan menghidupkan nostalgia. Kasus ini menjadi preseden penting bagi perlindungan hak cipta dan privasi atlet legendaris.
Legal expert memprediksi sidang susulan akan digelar pada akhir Juni atau awal Juli 2025. Kedua belah pihak disebut telah sepakat untuk mengikuti mediasi terlebih dulu. Mediasi ini diharapkan mampu mempercepat penyelesaian tanpa harus melewati proses panjang di pengadilan. Pemerhati hukum perfilman internasional akan mencermati hasilnya dengan seksama.
Apakah pembatalan sidang ini sekadar masalah teknis administrasi atau ada upaya perlindungan reputasi pihak tertentu? Mampukah mediasi menghasilkan solusi win-win, sehingga film dapat ditayangkan dengan catatan revisi tertentu? Hingga jadwal sidang ulang ditetapkan, publik masih menunggu kejelasan.