Jurnal Tempo – China baru-baru ini mengenakan bea masuk yang tinggi pada berbagai barang impor dari Amerika Serikat. Langkah ini merupakan respons terhadap kebijakan tarif yang diberlakukan oleh AS pada produk-produk asal China. China menganggap kebijakan tersebut sebagai tindakan proteksionisme yang merugikan perekonomian global. Sebagai negara dengan salah satu ekonomi terbesar di dunia, China memutuskan untuk membalas kebijakan tarif AS dengan langkah yang serupa. Langkah ini turut menambah ketegangan dalam hubungan dagang kedua negara.
Sebelum China mengambil langkah balasan, Amerika Serikat lebih dulu menaikkan tarif impor pada sejumlah produk asal China. Kebijakan tarif ini bertujuan untuk mengurangi defisit perdagangan yang tercatat tinggi dengan negara tersebut. Dengan mengenakan tarif lebih tinggi pada produk-produk China, AS berharap untuk memberikan keuntungan pada industri domestik.
Sebagai respons, China mengeluarkan kebijakan bea masuk tinggi pada barang-barang impor asal AS. Langkah ini dimaksudkan sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan perdagangan AS yang dianggap merugikan. Keputusan ini menambah ketegangan dalam hubungan dagang kedua negara, yang sudah memanas sejak beberapa tahun lalu.
“Baca Juga : MotoGP Malaysia 2024: Bagnaia Rebut Pole Position, Martin Mengikuti di Posisi Kedua”
Berbagai produk dari Amerika Serikat kini dikenakan tarif tinggi oleh pemerintah China. Barang-barang yang terpengaruh meliputi kedelai, mobil, teknologi tinggi, dan produk-produk lain yang sering diperdagangkan antara kedua negara. Industri-industri yang bergantung pada impor bahan baku dari AS juga merasakan dampaknya.
Perusahaan-perusahaan asal Amerika yang beroperasi di China turut merasakan dampak dari kebijakan tarif ini. Mereka harus menanggung biaya tambahan untuk impor bahan baku dan produk setengah jadi yang sebelumnya bisa didapatkan dengan harga lebih terjangkau. Hal ini mengancam daya saing mereka di pasar China dan kawasan lainnya.
Pasar saham global juga ikut terpengaruh oleh ketegangan perdagangan antara AS dan China. Investor mulai merasakan ketidakpastian yang dapat berimbas pada ekonomi global. Kenaikan tarif tidak hanya mempengaruhi perdagangan bilateral, tetapi juga menimbulkan keresahan di pasar internasional.
Pemerintah AS menilai langkah China sebagai balasan yang tidak konstruktif. AS berpendapat bahwa kebijakan tarif yang diterapkan China justru akan merugikan banyak negara, termasuk mereka sendiri. Pemerintah AS menyatakan bahwa kebijakan proteksionis tidak akan memecahkan masalah defisit perdagangan global.
“Simak juga: PPN 12 Persen untuk Barang Mewah Langkah Pemerintah Menuju Keadilan Sosial”
Meski ketegangan meningkat, kedua negara menyatakan bahwa mereka tetap membuka peluang untuk melakukan negosiasi. China mengungkapkan bahwa mereka siap berunding asalkan AS bersedia mengurangi tarif yang telah diterapkan. Namun, hingga saat ini, perundingan yang dilakukan belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan yang signifikan.
Dampak dari kebijakan ini kemungkinan akan terasa dalam jangka panjang, terutama bagi negara-negara yang terlibat dalam rantai pasokan global. Kebijakan tarif yang diterapkan oleh kedua negara berpotensi mengubah peta perdagangan internasional. Banyak negara yang kini memperhatikan kebijakan perdagangan masing-masing agar tetap dapat bersaing di pasar global.
Dalam jangka panjang, ketegangan ini dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi global. Banyak ekonom memprediksi bahwa jika situasi ini tidak segera diselesaikan, dampaknya akan meluas dan mempengaruhi sektor-sektor lain seperti teknologi, otomotif, dan pertanian.
Dalam konteks yang lebih luas, persaingan ekonomi antara AS dan China menunjukkan bagaimana kebijakan perdagangan dapat mengubah alur ekonomi global. Negara-negara yang terlibat dalam perdagangan dengan kedua negara besar ini harus siap menghadapi tantangan baru yang ditimbulkan oleh kebijakan tarif yang semakin ketat.