Jurnal Tempo – Fenomena Badai Lanina memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan curah hujan di Indonesia. Fenomena iklim global ini ditandai dengan penurunan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur, membawa berbagai perubahan pada pola cuaca di seluruh dunia.
Lanina terjadi setiap beberapa tahun dan bisa bertahan beberapa bulan hingga dua tahun. Selama fenomena ini, curah hujan di Indonesia mengalami peningkatan drastis, khususnya antara Juni hingga Agustus. Bahkan, curah hujan dapat meningkat hingga 20-40%, yang memicu risiko bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor.
Sektor pertanian turut terdampak oleh fenomena Lanina. Curah hujan yang berlebihan dapat menyebabkan banjir, merusak lahan, tanaman, dan infrastruktur pertanian. Hal ini tentunya membawa kerugian signifikan bagi petani. Genangan air yang berkepanjangan juga bisa merusak sistem akar tanaman, sehingga produktivitas menurun.
“Baca juga: Izin Edar iPhone 16 di Indonesia: Apple Bahas Proses Syarat”
La Niña meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang, tanah longsor, dan angin kencang. Peningkatan curah hujan juga memperbesar peluang penyebaran penyakit tanaman serta hama yang merugikan. Oleh karena itu, masyarakat dan petani perlu waspada dan mempersiapkan diri dengan antisipasi yang matang.
Langkah Antisipatif Menghadapi Dampak Lanina
Sebagai bentuk antisipasi, petani di beberapa wilayah telah disarankan untuk memilih varietas tanaman yang lebih tahan terhadap genangan air. Dinas terkait mendorong perbaikan sistem drainase guna mengurangi genangan. Selain itu, upaya pengendalian hama secara teratur penting untuk menghindari penyebaran penyakit.
Lanina merupakan fenomena yang menyebabkan penurunan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur, sehingga memengaruhi pola cuaca global. Fenomena ini meningkatkan curah hujan di wilayah tertentu, termasuk Indonesia, yang rentan terhadap risiko bencana hidrometeorologi.
Dampak Lanina di Indonesia
Dampak Lanina sangat terasa di Indonesia, terutama pada peningkatan curah hujan yang bisa memicu banjir dan tanah longsor. Kondisi ini juga berisiko mengguncang sektor pertanian dan ketahanan pangan nasional.
“Simak juga: Gunung Padang Simpan Misteri Kuno Mirip Kuil Amerika Selatan”
Petani di Indonesia kini menerapkan berbagai strategi untuk menghadapi tantangan La Niña. Dengan memilih varietas tanaman tahan banjir, memperbaiki drainase, dan melakukan pengendalian hama secara teratur, petani diharapkan dapat menjaga produktivitas di tengah tantangan cuaca.
La Niña dan Kemarau Basah
Meski identik dengan curah hujan tinggi, fenomena Lanina tidak sepenuhnya menghilangkan musim kemarau. Di tengah fenomena ini, Indonesia masih mengalami periode kemarau basah, yaitu kemarau yang tetap disertai hujan lebih sering dari biasanya.
Fenomena Badai Lanina memberikan tantangan besar bagi sektor pertanian dan ketahanan pangan di Indonesia. Pemerintah dan masyarakat perlu terus memantau dan melakukan langkah antisipatif untuk meminimalkan risiko bencana yang mungkin terjadi akibat fenomena ini.