Jurnal Tempo – Ayatollah Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi Iran, baru-baru ini menegaskan bahwa negaranya tidak akan terlibat dalam negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) selama pemerintahan Donald Trump. Pernyataan tersebut muncul sebagai tanggapan atas berbagai spekulasi yang beredar terkait kemungkinan dialog antara kedua negara. Sejak Trump mengambil alih kursi kepresidenan, hubungan antara Iran dan AS mengalami ketegangan yang sangat besar. Iran menanggapi kebijakan luar negeri Trump yang dinilai keras, termasuk keluar dari kesepakatan nuklir yang sudah dibangun dengan Presiden Obama sebelumnya. Ketegangan ini semakin memuncak dengan sanksi ekonomi yang dikenakan AS terhadap Iran.
Pernyataan Ayatollah Ali Khamenei ini menggambarkan betapa dalamnya perbedaan sikap antara kedua negara. Bagi Iran, kebijakan Trump dianggap sebagai ancaman langsung terhadap kedaulatan dan stabilitas ekonomi negara. Sementara itu, AS, melalui Trump, berpendapat bahwa kebijakan maksimum tekanan terhadap Iran adalah cara terbaik untuk memaksa negara tersebut kembali ke meja perundingan. Meskipun banyak negara internasional berharap ada jalan keluar damai, baik melalui diplomasi maupun kesepakatan, Iran menegaskan bahwa mereka tidak akan melibatkan diri dalam percakapan yang tidak menghormati hak-hak mereka.
“Baca Juga : Rumah Sakit Siloam Mampang Mulai Terapkan Stem Cells”
Kebijakan “maximum pressure” yang diterapkan oleh Trump terhadap Iran berfokus pada pemaksaan sanksi yang semakin berat. Sanksi ini mengarah pada isolasi ekonomi dan mempengaruhi sektor-sektor vital, termasuk industri minyak dan gas. Hal ini telah menciptakan krisis ekonomi dalam negeri yang signifikan, dengan nilai mata uang rial Iran yang merosot tajam. Situasi ini memberikan dampak yang besar pada kehidupan sehari-hari masyarakat Iran, yang menghadapi inflasi tinggi dan kekurangan barang-barang kebutuhan pokok.
Sanksi yang diterapkan oleh AS semakin memburukkan kondisi perekonomian Iran. Kebijakan tersebut mencakup pembekuan aset, embargo, dan larangan perdagangan dengan negara-negara besar. Perekonomian Iran pun semakin terguncang, dengan harga barang-barang kebutuhan pokok melonjak drastis. Rakyat Iran, yang sudah menghadapi berbagai kesulitan, merasakan dampak langsung dari kebijakan ini. Krisis ekonomi semakin dalam dan menyebabkan ketidakstabilan sosial di seluruh negeri.
Industri minyak merupakan salah satu pilar utama perekonomian Iran, tetapi sanksi yang dikenakan AS telah menyebabkan penurunan drastis dalam ekspor minyak. Pembatasan ini mempengaruhi pendapatan negara yang sangat bergantung pada sektor ini. Akibatnya, Iran harus mencari cara untuk mengurangi dampak ekonomi dari penurunan pendapatan minyak, meskipun hal ini tidak mudah dilakukan mengingat pentingnya ekspor minyak untuk perekonomian mereka.
“Simak juga: Sheila On 7 Siap Menyemarakkan Festival Musik Terbesar 2024”
Meskipun ketegangan antara Iran dan AS terus meningkat, beberapa negara Eropa berusaha menjadi penengah dalam upaya mendekatkan kedua belah pihak. Negara-negara seperti Inggris, Prancis, dan Jerman mencoba untuk memfasilitasi dialog, namun tantangan besar tetap ada. Iran tidak tertarik untuk berunding dengan AS tanpa adanya komitmen nyata dari pihak AS untuk menghentikan kebijakan sanksinya.
Khamenei dan pejabat tinggi Iran menegaskan bahwa mereka tidak akan berunding dengan AS jika tidak ada perubahan substansial dalam kebijakan luar negeri AS. Iran merasa bahwa perundingan dengan AS hanya akan membahayakan kedaulatan mereka dan tidak akan menghasilkan kesepakatan yang adil. Ini menunjukkan betapa buruknya hubungan antara kedua negara yang sudah terjalin sejak beberapa dekade lalu.
Iran tetap berpegang pada prinsip bahwa mereka tidak akan melibatkan diri dalam perundingan dengan AS, apalagi dengan pemerintahan Trump. Bagi Iran, perundingan hanya dapat terjadi jika ada perubahan mendasar dalam sikap dan kebijakan AS terhadap negara mereka. Oleh karena itu, hubungan antara kedua negara tetap berada dalam ketegangan yang tinggi, dan tidak ada solusi diplomatik yang tampak jelas.
Kepercayaan antara AS dan Iran telah rusak parah sejak keputusan Trump menarik diri dari perjanjian nuklir pada tahun 2018. Bagi Iran, tindakan ini adalah pelanggaran besar terhadap komitmen internasional. Khamenei telah menyatakan bahwa setiap perundingan dengan AS hanya akan berujung pada hasil yang merugikan bagi Iran. Oleh karena itu, meskipun ada upaya untuk memulai kembali dialog, Iran merasa tidak ada alasan untuk percaya bahwa AS akan menghormati kesepakatan atau memenuhi janjinya.