Jurnal Tempo – Direktorat Jenderal Imigrasi Republik Indonesia mengambil langkah tegas terhadap sembilan warga negara asing (WNA) yang terlibat dalam kejahatan penipuan daring atau “love scamming”. Para pelaku dideportasi dan secara resmi dimasukkan ke dalam daftar cekal nasional karena telah melanggar aturan keimigrasian dan melakukan tindak pidana lintas negara.
Awalnya, pada Rabu (11/6/2025), enam WNA yang terdiri dari empat warga negara China, satu warga Ghana, dan satu warga Nigeria, berhasil diamankan dalam operasi pengawasan keimigrasian di kawasan Jakarta Utara. Kemudian, pada Kamis (19/6/2025), dua warga China lainnya ditangkap di Bali, berdasarkan hasil pengembangan dari pemeriksaan sebelumnya pada 16 Juni. Selain itu, operasi ini turut mengamankan barang bukti signifikan. Dari Jakarta Utara, petugas menyita 40 unit ponsel pintar dan dua iPad. Sementara itu, di Bali, ditemukan 76 ponsel pintar, tujuh iPad, dan tiga laptop. Seluruh perangkat elektronik tersebut diduga digunakan untuk menjalankan aksi penipuan dengan target korban dari berbagai negara.
“Baca juga: Raymond Muratalla Terancam Kehilangan Gelar IBF karena Tak Hadapi Andy Cruz“
Lebih lanjut, dalam hasil penyelidikan ditemukan adanya grup percakapan daring dengan nama “Love Scamming Jakarta” dan “Love Scamming Bali”. Grup ini menjadi sarana komunikasi utama para pelaku dalam menjalankan aksinya. Berdasarkan data yang dihimpun, Ditjen Imigrasi telah menambahkan tiga WN RRT dari grup Jakarta dan tujuh WN RRT dari grup Bali ke dalam daftar cekal resmi. Menurut Pelaksana Tugas Dirjen Imigrasi, Yuldi Yusman, seluruh pelaku dijerat dengan Pasal 122 huruf a UU Keimigrasian, karena terbukti menyalahgunakan izin tinggal untuk melakukan penipuan secara daring. Modus love scamming ini tidak hanya merugikan korban secara finansial, tetapi juga berdampak psikologis jangka panjang.
Yang menarik, tujuh dari sembilan pelaku asal China diketahui menargetkan korban dari negara yang sama. Sedangkan pelaku dari Ghana dan Nigeria menyasar korban asing lintas negara. Strategi yang digunakan adalah berpura-pura menjalin hubungan romantis secara daring, lalu berujung pada pemerasan secara sistematis. Sebagai langkah antisipatif, Ditjen Imigrasi menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat pengawasan terhadap keberadaan WNA di Indonesia. “Kami tidak akan mentolerir pelanggaran keimigrasian dalam bentuk apapun. Seluruh masyarakat diimbau untuk melapor bila menemukan WNA dengan aktivitas mencurigakan,” tegas Yuldi.