Rupiah Sentuh Rp13 Ribu per Dolar Singapura, Catat Rekor Terlemah Sepanjang Sejarah
Jurnal Tempo – Nilai tukar rupiah resmi menembus Rp13.003 per dolar Singapura pada Kamis (25/9). Angka ini menandai posisi terendah sepanjang sejarah hubungan kurs rupiah terhadap mata uang Negeri Singa. Pergerakan ini sekaligus memperpanjang tren pelemahan rupiah yang telah berlangsung beberapa tahun terakhir.
Jika menilik lima tahun ke belakang, rupiah terus melemah secara konsisten terhadap dolar Singapura. Pada awal 2021, kurs rupiah masih berada di Rp10.599. Namun, akhir 2022 angka tersebut melemah ke Rp11.499, lalu kembali turun menjadi Rp11.582 pada 2023. Memasuki akhir 2024, rupiah menyentuh Rp11.743 dan akhirnya menembus rekor baru pada 2025.
Pada pertengahan Juni 2025, rupiah sempat menunjukkan tanda penguatan ke level Rp12.664 per dolar Singapura. Sayangnya, momentum tersebut tidak bertahan lama. Rupiah kembali tertekan ke Rp12.762, hingga akhirnya menembus level Rp13 ribu. Lonjakan ini semakin memperkuat tren pelemahan yang sudah terlihat sejak awal tahun.
Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi mengonfirmasi bahwa kurs Rp13 ribu per dolar Singapura merupakan level terendah dalam sejarah. Ia menegaskan, kondisi ini belum pernah terjadi sebelumnya. Ibrahim menilai pelemahan rupiah terhadap dolar Singapura berjalan seiring dengan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Menurut Ibrahim, pelemahan rupiah tidak lepas dari posisi dolar Singapura yang memiliki keterkaitan erat dengan dolar AS. Ketika rupiah tertekan oleh dolar AS, otomatis kurs silang dengan dolar Singapura ikut melemah. Hal ini menjelaskan mengapa rupiah jatuh ke level Rp13 ribu pada tahun ini.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, juga menegaskan bahwa Rp13 ribu menjadi rekor terendah rupiah terhadap dolar Singapura. Ia menambahkan, penguatan dolar Singapura terhadap dolar AS turut memperburuk kondisi. Padahal, menurutnya, Pemerintah Singapura sempat berusaha melemahkan mata uang mereka untuk menjaga stabilitas inflasi.
Meski ada upaya melemahkan, permintaan global terhadap dolar Singapura justru meningkat. Mata uang ini dianggap sebagai salah satu safe haven regional yang kuat, terutama saat ketidakpastian global melonjak. Dengan posisi Singapura yang bergantung pada perdagangan internasional, strategi menjaga inflasi dilakukan melalui pengendalian kurs, bukan suku bunga, sehingga nilai tukarnya semakin kokoh.
Pelemahan rupiah terhadap dolar Singapura tentu membawa dampak signifikan. Biaya impor dari Singapura bisa meningkat, terutama untuk kebutuhan barang konsumsi dan komponen industri. Selain itu, tekanan ini juga dapat memengaruhi stabilitas harga dalam negeri jika tidak diantisipasi dengan kebijakan moneter dan fiskal yang tepat.
Ke depan, pengawasan ketat terhadap pergerakan kurs akan menjadi kunci. Bank Indonesia bersama otoritas fiskal perlu menyiapkan langkah stabilisasi yang terukur. Dengan menjaga kepercayaan investor dan mengendalikan inflasi, pelemahan rupiah bisa diperlambat sehingga dampak negatif terhadap perekonomian domestik tidak semakin meluas.