Jurnal Tempo – Sebuah pendekatan tak biasa dilakukan oleh seorang rabi Ukraina demi menarik perhatian mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Menghadapi situasi pelik akibat invasi Rusia ke negaranya, sang rabi memilih alat komunikasi yang berbeda dari diplomasi tradisional. Ia memilih seni, terutama musik, untuk menyampaikan pesan penting. Dengan harapan dapat menyentuh sisi emosional Trump, rabi ini menciptakan lagu khusus yang berisi harapan dan desakan. Lagu itu dikirim langsung melalui berbagai kanal daring, termasuk platform media sosial yang dikenal digunakan Trump. Musik dipilih bukan hanya sebagai ekspresi seni, tetapi juga sebagai bahasa universal yang mampu menembus batas politik dan ideologi.
Rabi tersebut dikenal aktif dalam kegiatan lintas budaya dan lintas agama. Ia percaya musik dapat menyampaikan pesan dengan cara yang lebih manusiawi. Selain itu, ia juga meyakini bahwa Trump lebih mudah tersentuh oleh pendekatan yang bersifat personal. Lagu yang ia buat mengandung lirik penuh makna. Tidak hanya bicara soal perang, tetapi juga soal kemanusiaan. Instrumen yang digunakan pun dipilih secara hati-hati agar membawa nuansa haru. Piano, biola, dan vokal khas Yahudi Ukraina berpadu dalam satu komposisi. Musik itu tidak diproduksi secara komersial, melainkan sebagai karya pribadi untuk menyentuh hati.
“Baca Juga : Fariz RM Gunakan Perantara dalam Pembelian Narkoba, Upah Rp200 Ribu per Transaksi”
Selama masa kepresidenannya, Trump memiliki pendekatan kontroversial terhadap isu luar negeri. Termasuk dalam kebijakan terhadap Ukraina. Beberapa kebijakan militer sempat dihentikan, lalu dilanjutkan kembali di tengah tekanan politik. Oleh karena itu, banyak warga Ukraina yang masih melihat Trump sebagai tokoh penting. Rabi ini memahami pengaruh Trump terhadap basis pendukung konservatif Amerika. Ia ingin Trump setidaknya menyuarakan dukungan moral terhadap rakyat Ukraina. Sebuah pernyataan kuat dari Trump dapat mendorong simpati lebih besar dari kelompok sayap kanan AS. Maka dari itu, pendekatan emosional dianggap lebih efektif dibandingkan pendekatan politis biasa.
Komunitas Yahudi di Ukraina dan Amerika menunjukkan reaksi yang beragam. Sebagian besar menyambut langkah sang rabi sebagai terobosan berani. Beberapa musisi bahkan turut menawarkan bantuan untuk merekam ulang lagu tersebut secara profesional. Di sisi lain, ada pula kritik yang menyebut pendekatan ini terlalu naif. Kritik datang dari kalangan yang menganggap Trump sulit dipengaruhi oleh seni atau emosi. Namun sang rabi tetap optimistis. Ia menyebut musik adalah kekuatan spiritual yang bisa menembus benteng ego. Bahkan jika respons Trump tidak datang, pesan itu telah menyebar ke banyak orang di seluruh dunia.
Lagu yang dikirim itu tidak sekadar karya seni, tetapi juga doa. Liriknya ditulis dalam bahasa Inggris dan Ibrani. Dengan tema utama perdamaian dan keadilan, lagu tersebut menjadi seruan moral. Rabi menyisipkan kutipan dari kitab suci dan puisi lokal Ukraina. Hal ini menciptakan nuansa religius dan nasionalis yang kuat. Ia juga menampilkan video pendek yang memperlihatkan kondisi pengungsi Ukraina. Video itu diunggah ke YouTube dan TikTok untuk menjangkau audiens global. Beberapa aktivis kemanusiaan membagikannya secara luas. Lagu ini perlahan menjadi simbol baru perlawanan damai melawan kekejaman perang.
“Simak juga: BPKH Menyediakan 475 Ton Bumbu Nusantara untuk Haji 2025”
Meskipun tujuan utama adalah menyentuh hati Trump, target sebenarnya lebih luas. Rabi berharap pesan tersebut menggugah masyarakat Amerika. Terutama mereka yang selama ini skeptis terhadap bantuan untuk Ukraina. Dengan memanfaatkan kekuatan emosi dan narasi personal, lagu itu bisa memicu empati. Dalam beberapa hari, unggahan lagu tersebut sudah ditonton puluhan ribu kali. Komentar dari penonton menunjukkan respons positif dan dukungan. Banyak yang menyebut bahwa pendekatan ini lebih menyentuh daripada retorika politik biasa. Media internasional pun mulai melirik kisah ini sebagai bentuk diplomasi rakyat.
Rabi ini bukan tokoh biasa di komunitasnya. Ia telah lama aktif dalam kegiatan sosial dan lintas iman. Sejak awal konflik, ia membuka rumah ibadahnya sebagai tempat perlindungan. Ia juga sering memberi ceramah tentang perdamaian dan solidaritas. Musik hanyalah salah satu dari sekian cara ia mengabdi. Langkahnya kini jadi sorotan karena menggabungkan spiritualitas, seni, dan diplomasi. Ia ingin membuktikan bahwa seorang tokoh agama bisa berperan dalam isu global. Bukan dengan senjata atau kekuasaan, tetapi dengan nilai kemanusiaan yang dalam.