Jurnal Tempo – Kementerian Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) terus menunjukkan komitmen serius dalam menangani narapidana kategori berisiko tinggi atau high risk. Dirjenpas Mashudi mengungkapkan bahwa hingga saat ini sudah ada 1.300 napi yang dipindahkan ke Lapas Super Maximum Security di Nusakambangan, Jawa Tengah. Langkah ini bukan hanya sekadar pemindahan fisik, melainkan juga bagian dari strategi pembinaan serta pengamanan yang lebih terarah. Oleh karena itu, pemerintah ingin menegaskan bahwa sistem pemasyarakatan harus lebih bersih, teratur, dan memberi dampak positif bagi rehabilitasi napi berisiko tinggi.
“Baca juga: Pemprov DKI Tinjau Proyek Galian Penyebab Macet“
Dalam laporan terbarunya, Dirjenpas menjelaskan bahwa pada pekan ini terdapat 196 napi high risk yang dipindahkan ke Nusakambangan. Pemindahan tersebut dilakukan serentak pada tanggal 22 dan 23 Agustus 2025 dengan pengawalan ketat aparat gabungan. Mereka berasal dari berbagai wilayah, seperti Kepulauan Riau sebanyak 57 orang, Jawa Barat 55 orang, Jambi 33 orang, hingga Sumatera Selatan 21 orang. Selain itu, ada juga dari Sumatera Utara 6 orang, Sumatera Barat 4 orang, dan Riau 3 orang. Dengan sistem keamanan berlapis, tidak ada celah bagi napi untuk kabur. Dengan demikian, proses ini sekaligus menyatukan pembinaan agar standar pengawasan bisa lebih maksimal.
Nusakambangan dikenal sebagai pulau penjara dengan tingkat keamanan tertinggi di Indonesia. Penempatan napi high risk di sana dianggap solusi terbaik untuk menekan potensi gangguan di lapas daerah. Bahkan, narapidana yang dipindahkan tidak hanya diawasi secara ketat, tetapi juga menjalani program pembinaan sesuai hasil asesmen individual. Artinya, pengamanan berjalan beriringan dengan rehabilitasi. Pada akhirnya, Nusakambangan bukan sekadar pusat pengamanan, melainkan juga pusat pembinaan. Tujuannya adalah melahirkan warga binaan yang lebih baik ketika kembali ke masyarakat.
Mashudi menegaskan bahwa pemindahan napi high risk bukan hanya soal menutup ruang gerak mereka. Sebaliknya, pemindahan ini bertujuan memberi pembinaan yang tepat agar narapidana siap kembali ke masyarakat. Oleh sebab itu, program di Lapas Super Maximum Security Nusakambangan mencakup kegiatan keagamaan, pelatihan keterampilan, hingga konseling psikologis. Dengan cara ini, diharapkan mereka tidak mengulangi kesalahan setelah bebas. Lebih jauh lagi, kebijakan ini menegaskan bahwa negara tetap memberi kesempatan kedua meskipun mereka pernah melakukan pelanggaran serius.
Proses pemindahan 196 napi high risk ke Nusakambangan tidak dilakukan Dirjenpas seorang diri. Mashudi menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan hasil kerja sama antara pengamanan intelijen, kepatuhan internal, kepolisian, serta petugas pemasyarakatan dari daerah asal napi. Selain itu, teknologi modern juga digunakan untuk mendeteksi ancaman sejak dini. Dengan penerapan prosedur ketat, operasi pemindahan bisa berjalan aman tanpa insiden. Pada akhirnya, kolaborasi ini membuktikan adanya komitmen bersama untuk memperkuat sistem hukum dan keamanan di Indonesia.
Pemerintah berharap pemindahan napi high risk ke Nusakambangan mampu membawa perubahan nyata. Dengan pengamanan ketat sekaligus pembinaan khusus, warga binaan diharapkan mengalami transformasi perilaku yang signifikan. Lebih jauh, kebijakan ini juga diyakini dapat mengurangi peredaran narkoba dan praktik ilegal lain di lapas daerah. Dengan demikian, Nusakambangan tidak sekadar tempat pembuangan napi berisiko tinggi. Sebaliknya, pulau ini menjadi pusat rehabilitasi yang mengedepankan keamanan sekaligus pembinaan.
“Baca selengkapnya: Hujan Deras Sebabkan Banjir Maut di Queretaro“
Pemindahan 1.300 napi high risk memberikan dampak besar terhadap sistem pemasyarakatan nasional. Pertama, kebijakan ini mengurangi beban lapas daerah yang sering kelebihan kapasitas. Kedua, pengawasan bisa lebih fokus karena napi berisiko tinggi terkumpul di satu lokasi. Selain itu, langkah ini juga memberi sinyal kuat bahwa pemerintah serius memberantas praktik ilegal di balik jeruji. Dari sisi sosial, pemindahan ini dapat menimbulkan efek psikologis bagi napi lain agar lebih tertib. Oleh karena itu, sistem pemasyarakatan nasional diharapkan menjadi lebih efektif, transparan, dan disiplin.
Kasus pemindahan 1.300 napi high risk ke Nusakambangan membuktikan bahwa pemerintah tidak main-main dalam membenahi sistem pemasyarakatan. Selain memperketat pengawasan, langkah ini juga memberi ruang rehabilitasi yang lebih baik. Harapannya, setiap warga binaan yang keluar dari Nusakambangan dapat menjadi individu baru yang lebih positif. Pada akhirnya, Nusakambangan tidak hanya simbol ketegasan negara. Lebih dari itu, ia menjadi simbol harapan akan perubahan dalam dunia pemasyarakatan Indonesia.