Jurnal Tempo – Ketegangan antara Tiongkok dan Amerika Serikat kembali menghangat setelah pernyataan terbaru dari Presiden Xi Jinping. Xi mengirim sinyal keras terhadap kebijakan ekonomi Donald Trump yang dianggap merugikan stabilitas global. Dalam pidato resmi di hadapan partai, Xi menegaskan bahwa Tiongkok tidak akan tinggal diam menghadapi tekanan ekonomi dari luar. Terlebih lagi, ia menyoroti pentingnya memperkuat kemandirian ekonomi domestik. Langkah ini dinilai sebagai bentuk respons terhadap ancaman tarif dan pembatasan teknologi yang dicanangkan oleh AS.
Xi Jinping secara eksplisit mendorong akselerasi pengembangan teknologi dalam negeri. Ia menyatakan bahwa Tiongkok harus mandiri dalam sektor-sektor strategis. Fokus utamanya adalah semikonduktor, kecerdasan buatan, dan energi bersih. Menurutnya, ketergantungan pada teknologi asing harus segera dikurangi. Hal ini diyakini sebagai langkah strategis menghadapi tekanan dari AS. Sejak masa pemerintahan Trump, Tiongkok mengalami pembatasan perdagangan dalam sektor chip. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai perusahaan besar Tiongkok terkena sanksi ekspor dari Washington. Ini memaksa Beijing mempercepat program substitusi impor di bidang teknologi tinggi.
“Baca Juga : Korsel Siaga, Tentara Korut Diduga Langgar Batas DMZ”
Pernyataan Xi Jinping bukan hanya bernuansa ekonomi, melainkan juga penuh pesan politik. Ia menekankan bahwa pembangunan ekonomi tidak bisa dipisahkan dari kedaulatan nasional. Dalam narasi itu, kebijakan ekonomi menjadi bagian dari perjuangan mempertahankan hak dan kepentingan negara. Retorika tersebut dianggap sebagai jawaban terhadap provokasi dari Barat. Xi juga menyebutkan bahwa perang dagang bukan hanya soal neraca perdagangan. Lebih dari itu, ia melihat adanya upaya pembendungan kebangkitan Tiongkok oleh negara-negara besar. Oleh karena itu, Tiongkok akan melawan dengan caranya sendiri.
Pasar saham Asia merespons pernyataan Xi dengan hati-hati. Indeks utama di Shanghai dan Hong Kong menunjukkan pergerakan yang fluktuatif. Para analis menilai bahwa sinyal Xi bisa memperpanjang ketegangan dagang dengan Amerika Serikat. Di sisi lain, investor global tetap waspada terhadap potensi aksi balasan Tiongkok. Kebijakan proteksionis dapat memperburuk rantai pasok global. Sejumlah analis juga melihat potensi perubahan dalam struktur ekspor-impor Tiongkok. Beijing kemungkinan besar akan memperluas kerja sama ekonomi dengan negara-negara Global South. Itu bisa menjadi langkah strategis untuk menghindari dominasi dolar dan tekanan geopolitik AS.
“Simak juga: Jakarta X Beauty 2024: Promo dan Diskon yang Wajib Anda Manfaatkan”
Xi menyatakan bahwa kebijakan ekonomi Amerika bersifat hegemonik. Ia menuduh Washington berusaha menghambat pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Melalui sanksi, tarif, dan pemblokiran investasi, AS dinilai berusaha mempertahankan posisinya. Xi mengklaim bahwa dunia sedang menghadapi pergeseran tatanan global. Dalam skema itu, Tiongkok berupaya mengambil peran lebih besar di panggung dunia. Ia menegaskan bahwa tekanan dari luar tidak akan melemahkan tekad bangsanya. Sebaliknya, hal itu justru akan menjadi motivasi untuk memperkuat solidaritas nasional.
Hingga saat ini, Donald Trump belum memberikan tanggapan langsung atas pernyataan Xi. Namun beberapa penasihat Trump menyatakan bahwa mereka tidak gentar. Mereka tetap yakin bahwa kebijakan perdagangan keras terhadap Tiongkok akan menguntungkan AS. Trump sendiri dalam berbagai kesempatan menyebut Tiongkok sebagai ancaman ekonomi nomor satu. Ia juga kerap menuduh Tiongkok mencuri kekayaan intelektual dan memanipulasi mata uang. Konflik retorika ini kemungkinan besar akan terus bergulir. Apalagi jika Trump kembali mencalonkan diri dalam pemilu mendatang. Hubungan dagang AS-Tiongkok akan tetap menjadi isu sentral dalam kampanye politiknya.