Jurnal Tempo – Kabar tentang Sritex Diterpa Pailit, salah satu produsen tekstil terbesar di Indonesia, yang dinyatakan pailit telah mengejutkan banyak pihak. Dengan sejarah panjang dalam industri tekstil dan kapasitas produksi yang besar, Sritex berperan signifikan dalam ekonomi nasional, terutama di sektor manufaktur dan ekspor. Status pailit ini menimbulkan banyak pertanyaan tentang dampak pada perusahaan, pekerja, mitra bisnis, dan industri tekstil secara keseluruhan. Berikut ini adalah gambaran penyebab pailit Sritex, dampak yang diakibatkan, serta kemungkinan langkah-langkah yang bisa diambil ke depan.
“Baca juga: Bank Indonesia (BI) Akan Hukum Pedagang yang Kenakan Biaya Tambahan Bagi Pemakai QRIS”
Sritex menghadapi sejumlah masalah keuangan yang mengakibatkan penumpukan utang dan kesulitan likuiditas. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan ini mengalami tekanan dari berbagai sisi, termasuk penurunan permintaan akibat pandemi COVID-19, kenaikan harga bahan baku, dan persaingan global yang semakin ketat. Selain itu, Sritex memiliki beban utang besar yang menekan arus kas. Akumulasi dari berbagai tekanan ini membuat perusahaan kesulitan membayar kewajibannya kepada kreditur, yang berujung pada pengajuan status pailit oleh pengadilan.
“Simak juga: Faktor-Faktor yang Memengaruhi Melemahnya Rupiah Menjelang Akhir Tahun Ini”
Dengan status pailit ini, Sritex berpotensi menghadapi risiko likuidasi aset, yaitu proses di mana aset perusahaan dijual untuk melunasi utang yang tertunggak. Jika likuidasi ini terjadi, Sritex mungkin akan kehilangan sebagian besar, atau bahkan seluruh asetnya, yang bisa menghentikan operasional perusahaan secara permanen.
Bagi ribuan karyawan, status pailit Sritex membawa ketidakpastian besar. Mereka menghadapi risiko kehilangan pekerjaan jika perusahaan tidak dapat melanjutkan operasionalnya. Hak-hak pekerja, seperti gaji, pesangon, dan tunjangan lainnya, juga terancam tidak terpenuhi. Ketidakpastian ini tentu menjadi kekhawatiran besar di tengah kondisi ekonomi yang masih berupaya pulih pasca pandemi.
Di luar dampak internal, pailitnya Sritex juga memengaruhi mitra bisnisnya. Dengan runtuhnya perusahaan ini, banyak dari mitra tersebut berisiko mengalami kerugian finansial yang besar dan kemungkinan terhambatnya operasional mereka.
Di tingkat nasional, pailitnya Sritex merupakan pukulan bagi industri tekstil Indonesia. Sritex memainkan peran besar dalam memenuhi permintaan tekstil baik di pasar domestik maupun internasional. Kehilangan perusahaan ini dalam rantai pasokan dapat menyebabkan kenaikan harga tekstil di dalam negeri, mengurangi daya saing produk-produk tekstil Indonesia di pasar global, dan menurunkan kontribusi sektor ini terhadap perekonomian nasional. Tekanan pada industri tekstil domestik kemungkinan akan semakin besar, terutama mengingat pasar yang semakin kompetitif di tingkat internasional.
Meskipun situasi Sritex tampak sulit, beberapa langkah mungkin dapat diambil untuk menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan total. Melalui restrukturisasi utang, di mana Sritex bisa bernegosiasi dengan para kreditur untuk mendapatkan pelonggaran atau pengurangan pembayaran utang. Alternatif lain adalah mencari investor strategis yang bersedia menanamkan modal untuk mendukung kelanjutan operasional perusahaan.
Pemerintah juga berpotensi untuk membantu melalui kebijakan yang mendukung industri tekstil, seperti insentif atau bantuan bagi perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Langkah ini bisa ditujukan untuk menjaga kelangsungan lapangan kerja bagi para karyawan Sritex dan menjaga stabilitas dalam industri tekstil.