Jurnal Tempo – Kondisi ekonomi Rusia saat ini tengah mengalami krisis yang mengkhawatirkan. Pembeli rumah di Rusia kini dihadapkan pada lonjakan besar dalam pembayaran hipotek, dengan beberapa bank menawarkan suku bunga hingga 43%. Kondisi ini telah memicu kemarahan masyarakat yang merasa kebijakan pemerintah dan Bank Sentral Rusia semakin memberatkan kehidupan mereka.
Bank Sentral Rusia baru-baru ini menaikkan suku bunga acuan menjadi 21%, level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Langkah ini diambil untuk menekan inflasi yang kian melonjak. Namun, kebijakan tersebut membawa dampak signifikan bagi sektor perbankan dan pasar properti.
Dengan suku bunga tinggi, banyak bank besar seperti Sovcombank, VTB, dan Sberbank menaikkan bunga pinjaman. Bahkan, Sovcombank menawarkan hipotek dengan suku bunga hingga 43%, sedangkan VTB pada 37,1%, dan Sberbank pada 31,3%. Tingginya suku bunga ini membuat banyak warga Rusia kesulitan memenuhi pembayaran hipotek mereka.
Menurut media Rusia RBK, seorang pembeli yang mengambil hipotek 20 tahun dengan suku bunga 43% untuk apartemen senilai $123,938, harus membayar total cicilan hampir $1 juta, atau tepatnya $976,803. Situasi ini memunculkan krisis keterjangkauan perumahan yang tak terelakkan, terutama di luar Moskow di mana harga per meter persegi apartemen mencapai $2301,64.
“Baca juga: Mike Tyson Persiapkan Kemenangan untuk Melawan Jake Paul”
Subsidi Hipotek dan Krisis Inflasi
Pemerintah Rusia sebenarnya pernah memberikan subsidi hipotek pada 2020. Kebijakan ini, yang diberlakukan setelah sanksi Barat menekan ekonomi Rusia, membantu menurunkan suku bunga hipotek menjadi 8%. Subsidi tersebut berhasil merangsang penjualan properti dan menciptakan ledakan pasar real estat.
Namun, lonjakan penjualan ini turut mendorong kenaikan inflasi yang mencapai 9,1% pada bulan Juli. Akhirnya, pemerintah memutuskan untuk menghentikan subsidi hipotek, yang berdampak negatif pada pasar perumahan. Harga sewa pun ikut meroket, menciptakan “badai sempurna” bagi mereka yang mengandalkan pinjaman perumahan atau ingin menyewa rumah.
Walaupun subsidi hipotek masih tersedia bagi keluarga dengan tiga anak atau lebih, sebagian besar masyarakat merasakan dampak dari kebijakan ini. Subsidi tersebut diberikan dengan harapan dapat mendorong angka kelahiran di tengah krisis demografi yang dihadapi Rusia.
Kebijakan kenaikan suku bunga ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Banyak warga merasa kebijakan tersebut hanya memperburuk kondisi ekonomi Rusia dan memberatkan kehidupan mereka. Dampak suku bunga yang tinggi tidak hanya dirasakan oleh peminjam hipotek, tetapi juga masyarakat umum yang harus menghadapi kenaikan harga barang dan jasa.
Situasi ini menimbulkan tekanan politik yang kuat. Seorang anggota parlemen Rusia yang berpengaruh, Sergei Mironov, bahkan menyerukan penggantian Elvira Nabiullina, kepala Bank Sentral Rusia yang dekat dengan Presiden Vladimir Putin. Mironov menyoroti bahwa suku bunga 21% yang diberlakukan di Rusia kini setara dengan negara-negara seperti Angola dan Zimbabwe, yang menunjukkan bahwa ekonomi Rusia tengah berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
Mironov menyatakan bahwa kenaikan suku bunga ini menunjukkan lemahnya kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh Bank Sentral Rusia. Menurutnya, langkah tersebut tidak hanya tidak efektif, tetapi juga merugikan masyarakat. Banyak yang khawatir bahwa suku bunga yang tinggi akan memperdalam resesi dan memperburuk kondisi sosial ekonomi masyarakat.
“Simak juga: Es Antartika Simpan Rahasia Dunia Lain di Bawah Permukaan”
Masa Depan Ekonomi Rusia di Tengah Krisis
Tingginya suku bunga dan lonjakan inflasi membuat ekonomi Rusia berada dalam situasi yang serba sulit. Selain masalah dalam sektor properti dan perbankan, lonjakan inflasi menyebabkan harga kebutuhan pokok melonjak tajam. Kondisi ini tentu menjadi beban tambahan bagi masyarakat yang sudah harus menghadapi tingginya biaya hipotek.
Krisis ini juga berdampak pada investasi asing, yang semakin menurun seiring dengan ketidakpastian ekonomi. Situasi ini memicu banyak pihak untuk meragukan masa depan ekonomi Rusia dan menilai bahwa langkah-langkah pemerintah kurang efektif dalam mengatasi krisis.
Bagi masyarakat Rusia, kondisi ekonomi yang memburuk ini membuat mereka semakin kecewa pada pemerintah. Kebijakan ekonomi yang dianggap tidak berpihak pada rakyat menimbulkan ketidakpuasan dan keresahan. Dengan kondisi seperti ini, banyak warga berharap agar pemerintah melakukan perubahan kebijakan yang lebih menguntungkan masyarakat luas.
Krisis ekonomi Rusia saat ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi negara tersebut. Lonjakan suku bunga hipotek dan inflasi yang terus meningkat menyebabkan keresahan di kalangan masyarakat. Kritik terhadap kebijakan Bank Sentral Rusia semakin tajam, dan tekanan untuk melakukan perubahan semakin besar.
Bagi warga Rusia, ini adalah waktu yang penuh tantangan. Mereka menghadapi ketidakpastian ekonomi yang berimbas pada kehidupan sehari-hari, dari biaya hipotek hingga harga barang kebutuhan pokok. Dengan situasi ini, perlu langkah yang lebih strategis dari pemerintah agar ekonomi Rusia bisa pulih dan kembali stabil.