Jurnal Tempo – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan sekadar kebijakan sosial, tetapi juga titik balik dalam perencanaan pangan nasional. Ketika jutaan porsi makanan bergizi disiapkan setiap hari, rantai pasok pangan ikut bergerak dari hulu ke hilir. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman membaca sinyal ini lebih awal. Ia menyadari bahwa MBG akan mendorong lonjakan konsumsi protein hewani, khususnya ayam dan telur. Di balik sepiring makanan bergizi, ada kebutuhan pakan ternak yang jauh lebih besar. Jagung, sebagai bahan utama pakan, otomatis menjadi komoditas strategis. Dari sinilah urgensi menaikkan cadangan jagung pemerintah mengemuka. Kebijakan ini bukan reaksi sesaat, melainkan langkah antisipatif agar program MBG berjalan stabil tanpa memicu gejolak harga di tingkat peternak dan konsumen.
Lonjakan Ayam dan Telur Picu Kebutuhan Jagung
Di balik target gizi anak-anak Indonesia, ada angka-angka besar yang harus dijaga. Kebutuhan ayam diperkirakan meningkat hingga 1 juta ton per tahun ketika MBG berjalan penuh. Telur pun tak kalah signifikan, dengan tambahan kebutuhan sekitar 700.000 ton per tahun. Angka-angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cermin tekanan baru bagi sektor peternakan. Setiap peningkatan produksi ayam dan telur berarti lonjakan kebutuhan pakan. Jagung, sebagai tulang punggung pakan ternak, harus tersedia dalam jumlah cukup dan harga terjangkau. Tanpa intervensi pemerintah, risiko kenaikan harga pakan bisa membebani peternak kecil. Karena itu, penambahan cadangan jagung menjadi instrumen penting untuk menjaga keseimbangan antara ambisi gizi nasional dan keberlanjutan usaha peternak.
“Baca Juga : Sun Life Indonesia Hadirkan Harapan bagi Korban Banjir dan Longsor di Sumatra”
Cadangan Jagung sebagai Tameng Harga Pakan
Kebijakan menaikkan cadangan jagung hingga 1 juta ton pada 2026 dirancang sebagai tameng stabilitas. Pemerintah ingin memastikan peternak tidak terjebak lonjakan harga pakan akibat peningkatan permintaan mendadak. Dengan cadangan yang kuat, negara memiliki ruang intervensi ketika harga mulai bergejolak. Mentan Andi Amran Sulaiman menekankan bahwa langkah ini bertujuan melindungi peternak ayam petelur dan pedaging agar tetap berproduksi optimal. Harga pakan yang stabil akan menjaga margin usaha peternak, sekaligus mencegah efek domino ke harga telur dan daging ayam di pasar. Di sinilah peran cadangan pangan menjadi krusial, bukan hanya sebagai stok fisik, tetapi juga sebagai alat menjaga rasa aman bagi pelaku usaha di sektor pangan.
Bulog dan Petani Lokal Jadi Pilar Pengadaan
Dalam skema besar ini, Perum Bulog memegang peran sentral. Seluruh cadangan jagung pemerintah akan dikuasai Bulog dan diserap langsung dari petani lokal. Kebijakan ini membawa pesan kuat: negara hadir tidak hanya sebagai pengatur, tetapi juga sebagai pembeli yang memberi kepastian pasar bagi petani. Dengan penyerapan domestik, petani jagung mendapatkan jaminan harga dan kepastian hasil panen terserap. Ini menciptakan siklus positif, di mana produksi meningkat, stok nasional menguat, dan ketergantungan impor bisa ditekan. Bagi petani, kebijakan ini bukan sekadar angka target, melainkan harapan akan stabilitas pendapatan. Bagi negara, ini adalah fondasi kedaulatan pangan yang dibangun dari ladang sendiri.
“Baca Juga : Bakti BCA Hadir di Sumatera: Merajut Harapan Korban Banjir Lewat Bantuan Nyata”
Sinkronisasi dengan Cadangan Beras Nasional
Kenaikan cadangan jagung tidak berdiri sendiri. Pemerintah juga menetapkan target cadangan beras pemerintah sebesar 4 juta ton pada 2026. Kedua kebijakan ini saling terkait dalam kerangka Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Dengan stok yang kuat, pemerintah lebih leluasa menjalankan program stabilisasi pasokan dan harga pangan, bantuan sosial, hingga mendukung MBG. Koordinasi lintas kementerian menjadi kunci, memastikan beras dan jagung tersedia cukup saat permintaan melonjak. Pendekatan ini menunjukkan bahwa pangan dipandang sebagai satu ekosistem utuh, bukan komoditas yang berdiri sendiri. Ketika beras dan jagung sama-sama aman, fondasi ketahanan pangan nasional menjadi lebih kokoh.
Antisipasi Panen Raya dan Risiko Harga Jatuh
Pemerintah juga menyiapkan strategi menghadapi potensi panen raya yang datang lebih cepat. Produksi beras diprediksi meningkat, bahkan panen raya bisa terjadi sejak Februari. Tanpa kesiapan gudang dan penyerapan, harga di tingkat petani berisiko jatuh. Di sinilah peran cadangan pangan menjadi penyangga. Dengan stok yang direncanakan matang, pemerintah dapat menyerap hasil panen dalam jumlah besar. Prinsip yang sama berlaku untuk jagung. Ketika produksi meningkat seiring insentif pasar, negara harus siap menampungnya. Langkah ini bukan hanya soal logistik, tetapi juga soal empati pada petani, agar jerih payah mereka tidak tergerus fluktuasi harga pasar.