Jurnal Tempo – Menjelang malam pembukaan SEA Games 2025, Bangkok yang biasanya gemerlap terasa berbeda. Suasana meriah yang identik dengan pesta olahraga dua tahunan itu justru diselimuti kecemasan. Tidak hanya ribuan atlet dari 11 negara yang bersiap bertanding di berbagai cabang olahraga, publik juga menaruh harapan besar pada Thailand sebagai tuan rumah. Namun, sejak pekan sebelumnya, serangkaian insiden mulai mengganggu jalannya acara. Banjir parah melumpuhkan wilayah selatan, sementara ketegangan politik dengan Kamboja menciptakan suasana yang jauh dari semangat persahabatan regional. Meski begitu, para atlet tetap berdatangan, termasuk bintang seperti Hidilyn Diaz dan Rizki Juniansyah. Mereka membawa harapan bahwa olahraga dapat menjadi ruang damai, walau situasi di luar arena belum sepenuhnya kondusif.
Eror Teknis Mulai Mencoreng Persiapan
Sesaat sebelum upacara pembukaan digelar di Stadion Nasional Rajamangala, eror teknis mulai mencuat. Pertandingan sepak bola putra Vietnam vs Laos menjadi salah satu contohnya, ketika lagu kebangsaan gagal diputar karena gangguan sistem audio. Adegan para pemain yang akhirnya menyanyikan lagu kebangsaan tanpa iringan musik sontak viral dan memicu kritik. Otoritas Olahraga Thailand langsung meminta maaf, namun insiden itu menambah daftar panjang masalah. Laman resmi SEA Games juga salah memasang bendera Indonesia menjadi bendera Laos dan bendera Thailand menjadi bendera Vietnam. Kesalahan itu tidak hanya membingungkan jurnalis, tetapi juga dianggap mencederai simbol kehormatan negara peserta.
“Baca Juga : Viral Pengemudi Lawan Arah dan Ucapan Rasis, Polisi Resmi Naikkan Kasus ke Penyidikan”
Suporter Protes dan Stadion Kosong
Di luar masalah teknis, panitia kembali mendapat sorotan ketika stadion pertandingan Thailand vs Timor Leste tampak kosong. Banyak suporter lokal memutuskan boikot setelah pemerintah mewajibkan pendaftaran tiket menggunakan kartu identitas nasional. Selain khawatir data pribadi disalahgunakan, mereka juga mengeluhkan alokasi tempat duduk yang dianggap tidak transparan. Situasi ini mengejutkan karena Thailand biasanya memiliki basis suporter besar yang selalu memenuhi stadion. Kondisi sunyi itu menciptakan suasana aneh di tengah atmosfer kompetisi yang seharusnya membangkitkan semangat nasionalisme. Protes tersebut menunjukkan bahwa pengaturan administratif yang buruk dapat berdampak langsung pada pengalaman pertandingan.
Dampak Banjir Parah terhadap Venue Pertandingan
Selain eror panitia, banjir parah di wilayah selatan Thailand turut mengancam kelancaran penyelenggaraan SEA Games 2025. Provinsi Songkhla yang direncanakan menjadi tuan rumah beberapa pertandingan harus dipindahkan ke Bangkok. Banjir yang merendam rumah warga, memutus akses jalan, dan mengganggu operasional transportasi itu memaksa panitia mengambil keputusan cepat. Pemindahan ini tentu meninggalkan jejak kelelahan bagi atlet dan ofisial yang sudah melakukan persiapan matang. Meskipun langkah itu dinilai tepat, keputusan mendadak tetap menciptakan tantangan baru, terutama dalam hal logistik dan koordinasi. Situasi ini menggambarkan bagaimana bencana alam dapat mengguncang even besar secara mendadak.
“Baca Juga : Listrik Sumbar Pulih 100 Persen Usai Banjir Besar: Harapan Baru dari Tanah yang Diuji”
SEA Games Dibayangi Konflik Thailand–Kamboja
Di tengah kekacauan teknis dan bencana alam, hubungan Thailand dan Kamboja turut memanas. Beberapa laporan menyebutkan adanya ketegangan yang melibatkan perbatasan kedua negara, menciptakan kekhawatiran baru bagi keamanan atlet. Meskipun pemerintah Thailand berupaya meredam isu tersebut, sentimen publik sudah terlanjur terbentuk. Banyak warga khawatir konflik itu dapat mengganggu kelancaran pertandingan dan mempengaruhi suasana di venue. Walaupun kompetisi harus tetap berjalan, bayang-bayang perang membuat aura SEA Games kali ini terasa lebih muram. Isu ini semakin menambah daftar tantangan yang harus dihadapi tuan rumah.
Atlet Tetap Berjuang di Tengah Kegaduhan
Meski pesta olahraga ini dibayangi berbagai masalah, para atlet tetap datang dengan semangat penuh. Mereka tidak hanya membawa nama bangsa, tetapi juga harapan bahwa olahraga dapat menyatukan kawasan. Sosok-sosok seperti Kunlavut Vitidsarn hingga para lifter muda Indonesia terus berfokus pada persiapan meskipun suasana di luar lapangan belum sepenuhnya stabil. Banyak atlet yang menyampaikan bahwa mereka ingin menunjukkan performa terbaik sebagai bentuk penghormatan terhadap penonton dan negara mereka sendiri. Di tengah kegaduhan, dedikasi atlet inilah yang membuat SEA Games 2025 tetap terasa berarti.