
Jurnal Tempo – Aksi tegas dilakukan aparat Kamboja untuk memerangi kejahatan lintas negara. Sebanyak 106 Warga Negara Indonesia (WNI) ditangkap di Phnom Penh, pada Jumat (31/10/2025). Penangkapan ini merupakan bagian dari operasi besar yang menyasar jaringan penipuan daring (online scam) internasional.
Dari total 111 tersangka, sebanyak 106 adalah WNI terdiri dari 36 perempuan dan 70 laki-laki serta lima warga Kamboja. Mereka diamankan dari sebuah gedung sewaan di kawasan Khan Tuol Kork. Gedung tersebut diduga kuat menjadi pusat kendali aktivitas penipuan digital. Polisi juga menyita dua mobil Hyundai Staria, sejumlah perangkat komputer dan ponsel, serta dokumen yang berkaitan dengan transaksi digital ilegal.
Semua tersangka kini telah diserahkan ke Komisariat Kepolisian Phnom Penh untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Penangkapan besar ini menjadi bukti bahwa Kamboja kini bersikap serius dalam menumpas jaringan kriminal yang kerap melibatkan warga asing, termasuk dari Indonesia.
Selain di Khan Tuol Kork, aparat juga menggerebek Menara IOS di kawasan Boeung Keng Kang III. Gedung tinggi itu diyakini menjadi salah satu pusat kegiatan jaringan penipuan daring lainnya. Operasi dilakukan atas perintah langsung Gubernur Phnom Penh dan diawasi oleh Letnan Jenderal Sar Thean.
Dalam penggerebekan kedua, polisi menemukan berbagai perangkat komunikasi, data transfer, serta dokumen keuangan yang diduga digunakan untuk aktivitas scam lintas negara. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa dua gedung tersebut merupakan markas besar sindikat online scam yang beroperasi di beberapa negara Asia Tenggara.
“Baca Juga : Pemerintah Targetkan Produksi Migas Naik 31 Persen pada 2029: Momentum Baru Ketahanan Energi Nasional“
Pihak berwenang menegaskan, tidak ada toleransi bagi pelaku kejahatan daring. Operasi ini merupakan bagian dari kampanye nasional untuk memberantas penipuan digital dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Semua individu yang terlibat dalam aktivitas penipuan akan ditindak tanpa pandang bulu,” kata perwakilan Komite Pemberantasan Kejahatan Teknologi (CCTC). Pemerintah Kamboja kini memperkuat kerja sama internasional, termasuk dengan Indonesia, untuk membongkar jaringan kejahatan yang beroperasi di wilayahnya.
Langkah tegas ini sekaligus menjadi pesan bagi negara lain bahwa Kamboja tidak ingin dicap sebagai pusat kegiatan cyber crime di kawasan Asia Tenggara.
Menurut data Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, sejak tahun 2020 terdapat lebih dari 10.000 WNI yang menjadi korban penipuan daring di sepuluh negara. Dari jumlah itu, sekitar 1.500 orang dikategorikan sebagai korban TPPO.
Sebagian besar korban direkrut melalui iklan lowongan kerja palsu yang menjanjikan gaji tinggi di sektor teknologi atau digital marketing. Namun, sesampainya di luar negeri, mereka justru dipaksa bekerja untuk menipu orang lain secara daring, termasuk melakukan investasi fiktif, love scam, hingga judi online terselubung.
Kasus ini menunjukkan bahwa kemajuan teknologi juga membuka ruang kejahatan baru. Tanpa kesadaran dan literasi digital yang memadai, banyak warga mudah terjebak dalam janji pekerjaan cepat kaya.
“Baca Juga : 4 Kesalahan Keuangan yang Diam-diam Bisa Membuatmu Bangkrut“
Duta Besar Indonesia untuk Kamboja, Santo Darmosumarto, menjelaskan bahwa para WNI yang terlibat terbagi dalam tiga kelompok. Pertama, mereka yang tidak tahu-menahu dan menjadi korban penipuan perekrut. Kedua, mereka yang sadar menjadi bagian jaringan, tetapi terpaksa karena tekanan. Ketiga, sebagian kecil yang memang sengaja ikut karena iming-iming uang besar.
“Sebagian besar dijanjikan pekerjaan resmi, tetapi kemudian dipaksa ikut kegiatan penipuan daring. Kami terus berkoordinasi dengan otoritas Kamboja untuk melindungi dan memulangkan mereka yang menjadi korban,” ujarnya.
KBRI Phnom Penh telah menugaskan tim khusus untuk mendampingi proses hukum para WNI tersebut, memastikan mereka mendapatkan hak perlindungan hukum yang layak sesuai perjanjian bilateral kedua negara.
Pemerintah Indonesia kini memperketat pengawasan terhadap tawaran kerja luar negeri. Kementerian Luar Negeri dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) memperingatkan masyarakat agar tidak mudah percaya pada iklan kerja yang tidak memiliki izin resmi.
Selain itu, pemerintah juga memperkuat Satgas Perlindungan WNI di Kamboja untuk mempercepat proses identifikasi dan pemulangan korban. “Kami minta masyarakat memverifikasi semua tawaran kerja melalui KBRI sebelum berangkat,” tegas juru bicara Kemlu.
Upaya ini diharapkan bisa menekan jumlah kasus penipuan lintas negara yang melibatkan warga Indonesia, sekaligus melindungi citra bangsa di mata dunia internasional.
Kasus penangkapan 106 WNI di Kamboja menjadi peringatan keras bagi masyarakat Indonesia, terutama generasi muda. Di era digital, peluang memang besar, tetapi jebakannya pun tak kalah banyak. Tawaran gaji tinggi atau pekerjaan mudah bisa jadi awal mimpi buruk.
Kesadaran digital menjadi benteng pertama untuk melindungi diri. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat perlu bersinergi dalam meningkatkan literasi digital dan kewaspadaan terhadap modus kejahatan online.
Karena pada akhirnya, keamanan dan kehormatan bangsa di dunia internasional tidak hanya ditentukan oleh hukum, tetapi juga oleh kesadaran warganya dalam menolak segala bentuk kejahatan siber.