Jurnal Tempo –Kemunculan Kim Ju Ae, putri dari pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, semakin menjadi perhatian dalam beberapa bulan terakhir. Ia terlihat makin sering mendampingi ayahnya dalam berbagai acara penting. Dalam banyak foto yang dirilis media pemerintah Korea Utara, Kim Ju Ae tampak berdiri sejajar dengan Kim Jong Un. Keberadaannya di ruang-ruang kekuasaan negara itu memicu banyak spekulasi. Ada yang menyebutnya simbol dinasti baru. Ada pula yang menilai ini bentuk propaganda. Sebagai anak perempuan, kemunculan Kim Ju Ae di panggung publik tergolong tidak biasa. Biasanya, pemimpin Korea Utara hanya menunjukkan anak laki-laki sebagai pewaris. Namun, tren ini tampaknya berubah. Perubahan ini menarik perhatian banyak analis politik internasional.
Kim Ju Ae pertama kali terlihat publik pada tahun 2022 saat uji coba rudal balistik. Penampilannya langsung mencuri perhatian. Ia mengenakan mantel hitam panjang dan sepatu kulit hitam. Tampilannya terlihat sangat dewasa untuk anak seusianya. Dalam parade militer besar yang digelar tahun berikutnya, ia kembali hadir. Ia bahkan duduk di barisan depan bersama petinggi militer. Banyak pihak menilai ini bukan sekadar simbol keluarga. Keberadaannya diposisikan sebagai representasi penerus. Pemerintah Korea Utara tak pernah menyebut langsung bahwa dia calon pemimpin. Namun, narasi media resmi menunjukkan penghormatan besar padanya. Ini termasuk penyebutan gelar “anak tercinta” oleh koran Rodong Sinmun.
“Baca Juga : Bahaya Keju Berlebihan: Picu Batu Ginjal, Ini Gejalanya”
Sebagian analis melihat kehadiran Kim Ju Ae sebagai bagian dari strategi politik Kim Jong Un. Ia mungkin ingin menunjukkan kesinambungan kekuasaan dalam keluarganya. Ini mengingat Korea Utara adalah negara berbasis dinasti. Dari Kim Il Sung ke Kim Jong Il hingga Kim Jong Un. Semua berhubungan darah. Namun, menyiapkan anak perempuan sebagai pewaris adalah langkah baru. Dalam budaya patriarkal Korea Utara, hal ini bisa menimbulkan kontroversi internal. Meski begitu, penempatan Ju Ae di panggung kekuasaan dinilai dilakukan perlahan. Ini mungkin cara menguji reaksi publik dan elite partai. Dalam banyak acara, ia tak hanya diam. Ia terlihat menyapa dan berinteraksi dengan pejabat tinggi.
Media Korea Utara punya peran besar membentuk citra Kim Ju Ae. Mereka tidak hanya menampilkan gambarnya. Tapi juga menekankan gestur, penampilan, dan interaksinya. Dalam satu artikel, Ju Ae digambarkan sebagai “berkarakter mulia dan berhati lembut.” Ia juga disebut “bijak seperti ayahnya.” Pujian semacam ini jarang diberikan kepada figur muda. Terlebih anak-anak pejabat tinggi. Biasanya, hanya pemimpin tertinggi yang mendapatkan semacam kultus kepribadian ini. Oleh karena itu, sorotan pada Ju Ae menjadi tanda penting. Bukan tidak mungkin ini langkah awal pembentukan citra penerus. Seiring waktu, narasi ini bisa diperkuat dengan cerita-cerita heroik atau sejarah keluarga.
“Simak juga: Dampak Ekonomi dari Kesepakatan Badak LNG & Inpex Masela”
Kehadiran Kim Ju Ae turut diamati komunitas internasional. Banyak negara bertanya-tanya soal maksud di balik eksposur tersebut. Beberapa pejabat Amerika Serikat menyebut ini langkah propaganda. Tujuannya adalah menampilkan sisi manusiawi dari seorang diktator. Dengan menunjukkan dirinya sebagai ayah penyayang, Kim Jong Un bisa mengalihkan perhatian dari isu HAM. Namun, ada pula yang memandang ini sebagai sinyal jangka panjang. Korea Utara bisa saja sedang menyiapkan transisi kekuasaan. Hal ini mengingat kesehatan Kim Jong Un sempat diragukan beberapa tahun lalu. Dalam kondisi tersebut, menyiapkan pengganti adalah strategi bertahan. Meski Kim Ju Ae masih sangat muda, kehadirannya kini sudah diperhitungkan.