Jurnal Tempo – Pernyataan terbaru dari Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), António Guterres, mengenai situasi di Gaza kembali mengguncang dunia. Ucapannya dalam forum resmi PBB mengundang reaksi global yang luar biasa. Sebagian pihak menyambut baik keberaniannya dalam menyuarakan keprihatinan. Sebagian lain mengecamnya karena dianggap memihak. Dalam pidato tersebut, Guterres menyoroti jumlah korban sipil yang terus meningkat. Ia menyebut bahwa penderitaan rakyat Gaza telah mencapai titik kritis. Ucapannya itu kemudian menyulut kontroversi. Tidak hanya di kalangan diplomat, tetapi juga publik internasional. Reaksi pun datang dari berbagai negara dengan nada yang sangat beragam. Ada yang merasa terbela, ada pula yang merasa diserang secara tidak adil.
Pidato ini disampaikan saat konflik antara Israel dan Hamas kembali memanas. Serangan udara dan darat terus berlangsung tanpa henti. Guterres menegaskan bahwa serangan terhadap warga sipil tidak bisa dibenarkan. Ia menyerukan gencatan senjata segera dan membuka akses bantuan kemanusiaan. Pernyataannya disampaikan dalam bahasa yang sangat lugas. Banyak negara menilai ini sebagai bentuk keprihatinan mendalam. Namun sebagian pihak lain menyebut pidatonya penuh keberpihakan. Isu netralitas PBB pun mulai dipertanyakan kembali. Ketegangan politik meningkat tajam di forum internasional.
“Baca Juga : Saham BBCA Menarik untuk Investor Jangka Panjang? Ini Kata Pakar”
Salah satu bagian paling ramai dibicarakan adalah ketika ia mengatakan konflik di Gaza “tidak terjadi dalam ruang hampa”. Ucapan itu dipahami sebagai kritik terhadap pendudukan yang terjadi selama bertahun-tahun. Kata-kata tersebut viral di media sosial hanya dalam hitungan jam. Banyak warganet memberikan dukungan penuh terhadap pernyataan tersebut. Namun tak sedikit juga yang mengecam dan menilai bahwa Guterres telah melampaui batas. Kalimat itu menjadi simbol baru dalam narasi pro-Palestina. Beberapa pihak menyebutnya sebagai pernyataan paling berani dari PBB dalam satu dekade terakhir.
Negara-negara seperti Turki, Qatar, dan Malaysia menyambut positif pidato Guterres. Mereka menilai PBB akhirnya bersuara untuk korban yang tak bersalah. Sebaliknya, Amerika Serikat dan Inggris menunjukkan ketidaksetujuannya. Israel mengecam keras isi pernyataan tersebut. Mereka menuduh Guterres bersikap tidak objektif dan mengabaikan ancaman Hamas. Duta besar Israel bahkan menyebut Guterres telah “kehilangan moralitasnya”. Rusia dan China justru meminta agar Dewan Keamanan segera bertindak. PBB pun terjebak di tengah tekanan politik yang sangat besar. Perpecahan antar anggota Dewan Keamanan semakin terasa nyata.
“Simak juga: Rencana Apple untuk iPhone Lipat: Apa yang Kita Tahu?”
Media sosial menjadi alat utama dalam menyebarluaskan kutipan dari pidato tersebut. Banyak akun pro-kemanusiaan mengunggah potongan video dari pernyataan Guterres. Hashtag seperti #GuterresTrending dan #GazaUnderAttack pun mendominasi. Reaksi dari influencer, jurnalis, dan akademisi turut memperkuat dampaknya. Analisis bermunculan dari berbagai media global, baik yang pro maupun kontra. Fenomena ini menunjukkan bagaimana pidato seorang pemimpin bisa membentuk opini global. Media sosial telah menjadi ruang debat besar tentang konflik Gaza. Pandangan Guterres pun menjadi inspirasi bagi gerakan solidaritas internasional.
Setelah pernyataan itu, suasana di internal PBB menjadi jauh lebih sensitif. Banyak anggota mendesak klarifikasi atas posisi resmi organisasi. Ada kekhawatiran bahwa pernyataan pribadi Guterres dianggap mewakili sikap PBB. Beberapa diplomat menyerukan agar Guterres lebih berhati-hati dalam berbicara. Namun ia tetap pada pendiriannya. Menurutnya, suara kemanusiaan harus diutamakan di atas kepentingan politik. Isu ini pun menjadi pembahasan utama dalam berbagai sidang PBB. Ketegangan meningkat, dan posisi netral PBB kembali jadi sorotan utama.
Lembaga-lembaga kemanusiaan menyambut baik sikap tegas Guterres. Mereka menilai ini sebagai bentuk keberpihakan terhadap nilai kemanusiaan. Amnesty International, Human Rights Watch, dan Palang Merah menyampaikan dukungan resmi. Mereka menyatakan bahwa penderitaan warga Gaza telah mencapai titik tak tertahankan. Lembaga-lembaga ini pun mendesak tindakan nyata dari negara-negara besar. Mereka meminta agar akses bantuan segera dibuka tanpa hambatan. Data terbaru menunjukkan ratusan anak menjadi korban dalam konflik tersebut. Rumah sakit kehabisan pasokan medis. Pernyataan Guterres dianggap memperkuat desakan untuk tindakan nyata.
Selama ini PBB dikenal sebagai lembaga netral yang menjaga keseimbangan diplomatik. Namun, pernyataan Guterres memunculkan pertanyaan serius. Banyak pihak menilai bahwa ia mulai menunjukkan keberpihakan. Sementara itu, Guterres menyatakan bahwa kemanusiaan tidak boleh dianggap netral. Ia menekankan bahwa membela korban sipil bukan bentuk keberpihakan politik. Sikap ini membuat perdebatan makin sengit di kalangan diplomat dunia. Sebagian memuji keberaniannya. Sebagian lain menganggap ini membahayakan kredibilitas organisasi internasional. PBB pun kembali menjadi pusat perhatian dunia.