Jurnal Tempo – Ketegangan ekonomi antara Amerika Serikat dan China telah berlangsung lama. Perang dagang yang dimulai pada era pemerintahan Donald Trump terus berlanjut. Dampaknya terasa di berbagai sektor ekonomi global, termasuk Indonesia. Rupiah sebagai mata uang negara berkembang sangat rentan terhadap gejolak ini. Investor cenderung berhati-hati dalam menanamkan modal. Pasar keuangan di Indonesia mengalami ketidakpastian yang cukup tinggi.
Ketika perang dagang memanas, mata uang negara berkembang tertekan. Rupiah kerap mengalami pelemahan signifikan terhadap dolar AS. Hal ini disebabkan oleh arus modal yang keluar dari pasar keuangan Indonesia. Investor asing cenderung menarik dananya dari negara berkembang. Mereka lebih memilih investasi yang lebih aman seperti obligasi AS. Akibatnya, permintaan dolar meningkat dan rupiah terdepresiasi. Bank Indonesia harus turun tangan menstabilkan nilai tukar. Langkah-langkah seperti intervensi di pasar valas sering dilakukan.
“Baca Juga : Korban Jiwa Akibat Sinkhole di Korea Selatan Bertambah?”
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sering kali mengalami tekanan. Ketidakpastian global menyebabkan investor bersikap wait and see. Sektor-sektor yang bergantung pada ekspor ke China terkena dampak besar. Industri seperti manufaktur, pertambangan, dan agribisnis mengalami penurunan. Harga saham perusahaan yang bergantung pada impor juga tertekan. Biaya bahan baku meningkat akibat kenaikan harga dolar. Ini berimbas pada penurunan laba perusahaan dan pelemahan saham.
Perdagangan Indonesia dengan China memiliki nilai yang sangat besar. China merupakan mitra dagang utama bagi Indonesia. Ketika tarif impor AS terhadap produk China meningkat, ekspor Indonesia terdampak. Banyak produk Indonesia yang masuk ke China untuk diolah kembali. Jika permintaan dari China turun, maka ekspor Indonesia ikut melemah. Ini memberikan tekanan pada neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan. Pemerintah harus mencari strategi agar ekspor tetap kompetitif.
“Simak juga: Mengenal Penyebab Anak Susah Makan dan Solusi Terbaik Menghadapinya”
Pemerintah Indonesia berupaya mengurangi dampak perang dagang ini. Salah satu caranya adalah dengan mendorong diversifikasi pasar ekspor. Selain China dan AS, Indonesia mencoba memperkuat perdagangan dengan negara lain. Negara-negara di kawasan ASEAN, Eropa, dan Timur Tengah menjadi target utama. Selain itu, pemerintah meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Regulasi investasi juga diperbaiki agar lebih menarik bagi investor asing.
Meskipun ada tekanan, beberapa sektor tetap bertahan di tengah perang dagang. Sektor konsumsi domestik masih menjadi andalan bagi ekonomi Indonesia. Industri digital juga mengalami pertumbuhan pesat meskipun ada ketidakpastian global. Startup berbasis teknologi tetap mendapatkan pendanaan dari investor lokal. Sektor pariwisata juga berusaha bangkit dengan menarik wisatawan domestik. Langkah ini membantu menstabilkan perekonomian di tengah ketidakpastian global.
Perang dagang AS-China diprediksi masih akan berlanjut dalam beberapa tahun ke depan. Rupiah dan pasar keuangan Indonesia masih akan menghadapi tantangan besar. Namun, dengan strategi yang tepat, dampaknya bisa diminimalkan. Pemerintah dan pelaku usaha harus lebih inovatif dalam menghadapi situasi ini. Langkah-langkah seperti meningkatkan ekspor dan menarik investasi harus diperkuat. Dengan begitu, Indonesia tetap bisa tumbuh di tengah ketidakpastian global.