Jurnal Tempo – Praktik manipulasi harga saham atau yang dikenal sebagai “saham gorengan” kembali mendapat perhatian serius. Kali ini, kritik datang dari Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa. Ia menegaskan bahwa fenomena ini telah terjadi selama puluhan tahun tanpa tindakan hukum yang tegas.
Dalam acara media gathering di Sentul, Bogor, Jumat (10/11/2025), Purbaya menyatakan bahwa saham gorengan bukan masalah teknis semata. Ini sudah menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan pasar modal Indonesia.
“Puluhan tahun kita tahu banyak penggoreng di pasar saham, tapi hanya sedikit yang dihukum,” kata Purbaya.
Pernyataan ini mencerminkan kekecewaan mendalam atas lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di sektor pasar modal.
Praktik saham gorengan bukan hal baru. Skemanya mirip: harga saham kecil didongkrak oleh sekelompok orang agar naik tajam. Ketika investor ritel ikut beli, saham dijual di puncak harga. Akibatnya, investor kecil jadi korban.
Purbaya menyebut bahwa kerugian akibat saham gorengan tidak main-main. Banyak lembaga keuangan besar terkena imbas.
“Danareksa hampir bangkrut karena terjebak penggoreng. Asabri dan Jiwasraya juga kena,” jelasnya.
Sebagai mantan pejabat di Danareksa, Purbaya tahu langsung kerusakan yang ditimbulkan praktik ini. Ini bukan opini, tapi pengalaman nyata yang memperkuat pernyataannya.
Purbaya menyoroti bahwa 50 persen investor pasar modal saat ini adalah generasi muda, khususnya Gen Z. Jika saham gorengan terus dibiarkan, anak muda bisa kehilangan kepercayaan terhadap investasi.
“Kalau pasar rapi, mereka akan lebih berani masuk. Mereka yakin permainannya adil,” ungkapnya.
Pasar yang sehat akan menarik minat lebih banyak investor muda. Sebaliknya, pasar yang penuh manipulasi bisa membuat mereka menarik diri.
Purbaya juga memberi pesan jelas kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurutnya, bersih-bersih pasar saham adalah syarat utama jika pasar ingin mendapat insentif fiskal.
“Saya harap dalam setahun ada banyak penggoreng saham yang dihukum,” ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa dirinya aktif memantau pergerakan saham dan mengenal beberapa pelaku. Bahkan, ia mengaku mendapat laporan langsung dari masyarakat.
“Kalau masih ada kejadian, nanti saya tanya ke BEI, bagaimana penindakannya.”
Ini bukan sekadar kritik. Ini adalah desakan agar otoritas bertindak nyata, bukan sekadar menjadi pengamat.
Jika Indonesia ingin menjadikan pasar modal sebagai tempat pembiayaan jangka panjang, maka integritas dan keadilan harus ditegakkan. Investor kecil perlu dilindungi.
Beberapa langkah yang harus segera dilakukan:
Pasar yang bersih akan menarik lebih banyak investor dan menghindari kasus besar seperti Jiwasraya dan Asabri.