Jurnal Tempo – PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) meminta restu dari Kementerian ESDM untuk membangun PLTU baru di Mempawah, Kalimantan Barat. Permintaan ini disampaikan langsung oleh Direktur Utama Inalum, Melati Sarnita, dalam rapat bersama Komisi VI DPR. Ia menjelaskan bahwa smelter baru membutuhkan sumber listrik yang stabil, sehingga pembangkit harus beroperasi hingga 30 tahun. Karena itu, Inalum menilai PLTU adalah pilihan paling realistis. Selain itu, Melati menegaskan bahwa kebutuhan energi besar tidak bisa dipenuhi dengan sumber alternatif dalam waktu dekat. Ia merasa dukungan pemerintah sangat penting agar proyek smelter berjalan sesuai rencana. Dengan nada penuh harap, Melati meminta pemerintah melihat urgensi ini sebagai bagian dari penguatan industri nasional.
Harapan Mendapatkan Pengecualian dari Kebijakan Penghentian PLTU
Pemerintah saat ini mendorong transisi energi bersih dan berencana menghentikan pembangunan PLTU baru. Namun, Inalum berharap ada pengecualian. Menurut Melati, kebutuhan listrik smelter jauh lebih besar dibanding industri lain. Selain itu, proses produksi aluminium hanya bisa berjalan jika pasokan listrik benar-benar stabil. Karena itu, ia melihat PLTU sebagai pilihan paling aman untuk saat ini. Melati juga menegaskan bahwa permohonan ini tidak bertujuan menolak kebijakan energi bersih. Sebaliknya, pengecualian diminta agar hilirisasi mineral tetap berjalan. Ia berharap pemerintah memahami bahwa proyek ini membawa dampak ekonomi yang luas. Dengan begitu, pengecualian dapat dikeluarkan demi keberlanjutan industri.
“Baca Juga : OJK Tetapkan Batas Lima Tahun untuk Rekening Dormant”
Permintaan Kepastian Pasokan Batu Bara untuk PLTU
Selain meminta izin pembangunan PLTU, Inalum juga meminta kepastian pasokan batu bara. Melati menjelaskan bahwa pembangkit yang memasok listrik ke smelter harus memiliki akses batu bara yang stabil. Jika tidak, operasional smelter bisa terhambat. Karena itu, ia meminta dukungan pemerintah melalui kebijakan DMO batu bara. Dukungan ini dibutuhkan bagi PLN maupun IPP yang akan menyalurkan listrik ke smelter. Selain itu, Melati menilai kepastian bahan baku energi penting untuk menjaga keandalan produksi. Ia berharap pemerintah bisa memastikan pasokan energi tidak terganggu. Dengan begitu, risiko pemadaman dapat diminimalkan. Melati menutup penjelasannya dengan harapan agar koordinasi energi bisa lebih kuat untuk mendukung hilirisasi nasional.
Smelter Baru Memerlukan Listrik Hingga 1,2 GW
Smelter baru di Mempawah dirancang memiliki kapasitas produksi 600 ribu ton aluminium per tahun. Untuk memenuhi target tersebut, smelter membutuhkan listrik hingga 1,2 gigawatt (GW). Menurut Melati, kebutuhan awal operasional bahkan mencapai 932 megawatt (MW). Angka ini menunjukkan betapa besar energi yang diperlukan. Selain itu, listrik dalam jumlah besar dibutuhkan untuk menjaga proses peleburan tetap stabil. Karena itu, pasokan energi tidak boleh terputus. Melati menegaskan bahwa rencana operasi pada 2029 membuat persiapan energi harus dimulai sejak sekarang. Ia juga menyebut kapasitas cadangan diperlukan untuk menghindari gangguan teknis. Dengan cara ini, smelter bisa beroperasi tanpa hambatan dan memberikan kontribusi besar bagi industri nasional.
“Baca Juga : OJK Dorong Generasi Muda Melek Finansial Lewat Gernas CK”
Transformasi Inalum Setelah Pemisahan dari MIND ID
Perubahan struktur perusahaan setelah pemisahan dari MIND ID membuat Inalum lebih fokus pada industri aluminium. Karena itu, kebutuhan energi kini menjadi perhatian utama. Melati menjelaskan bahwa transformasi ini memberi ruang bagi Inalum untuk memperkuat kapasitas produksi. Namun, ia juga menyadari bahwa tantangan energi harus diatasi sejak awal. Selain itu, proyek smelter baru menjadi langkah strategis untuk memperkuat posisi Indonesia di rantai pasok global. Menurut Melati, keberhasilan transformasi ini sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur energi. Karena itu, ia merasa pembangunan PLTU merupakan bagian dari strategi besar perusahaan. Dengan dukungan yang tepat, Inalum berharap bisa mencapai produktivitas lebih tinggi dan berdaya saing internasional.
Smelter Mempawah Menjadi Simbol Hilirisasi Nasional
Smelter baru di Mempawah digadang-gadang menjadi simbol komitmen hilirisasi mineral. Melati menilai proyek ini membawa banyak manfaat, mulai dari lapangan kerja hingga peningkatan nilai tambah aluminium Indonesia. Selain itu, smelter ini diharapkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah Kalimantan Barat. Ia menegaskan bahwa keberhasilan proyek tidak hanya ditentukan oleh teknologi, tetapi juga dukungan pemerintah. Karena itu, restu pembangunan PLTU menjadi kunci yang menentukan kelancaran smelter. Melati menyampaikan bahwa Inalum berkomitmen menjalankan proyek ini secara bertanggung jawab. Dengan begitu, keberadaan smelter mampu memberikan dampak positif dalam jangka panjang bagi masyarakat dan industri nasional.