Mana Lebih Relevan Bagi Pasangan Gen Z, Beli Rumah atau Kontrak?
Jurnal Tempo – Harga rumah di kota besar terus meningkat, dipicu keterbatasan lahan, pertumbuhan penduduk, dan permintaan tinggi. Data pemerintah menunjukkan harga tanah di kawasan metropolitan tumbuh jauh lebih cepat dibanding kenaikan pendapatan. Akibatnya, daya beli generasi muda, termasuk Gen Z, semakin tertekan.
Meski pemerintah menyediakan program seperti FLPP atau bantuan uang muka, membeli rumah tetap sulit bagi mereka yang baru memulai karier. Bagi Gen Z yang kini berusia 13–28 tahun, rumah adalah kebutuhan dasar sekaligus simbol pencapaian. Namun, harga tinggi, cicilan panjang, dan lokasi jauh dari pusat aktivitas membuat banyak yang memilih menyewa.
Menurut perencana keuangan Mitra Rencana Edukasi (MRE) Andi Nugroho, memiliki rumah tetap relevan. Ia menilai rumah bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga wujud kerja keras dan bentuk prestise. Namun, ia mengingatkan bahwa mengambil KPR berarti siap terikat kontrak 15–20 tahun dan mengorbankan pengeluaran lain.
Andi menambahkan, rumah terjangkau biasanya berada di daerah penyangga yang jauh dari pusat kota. Jika ingin dekat pusat kota, harga lebih mahal dengan ukuran kecil. Solusinya, jika rumah di daerah penyangga terlalu jauh, pemilik bisa menyewakannya agar uang sewa menutupi cicilan KPR.
Keputusan membeli atau menyewa bergantung pada tujuan finansial dan prioritas. Membeli rumah di lokasi jauh bisa menjadi investasi, tetapi membutuhkan DP sekitar 20% dan komitmen cicilan bulanan. Sebaliknya, menyewa lebih masuk akal jika prioritasnya dekat dengan tempat kerja dan anggaran terbatas.
Budi Rahardjo menegaskan bahwa cicilan KPR sehat sebaiknya tidak melebihi 35% dari pendapatan. Ia menyarankan memilih hunian sesuai kebutuhan, seperti apartemen atau rumah susun jika jarak jadi prioritas. Selain itu, calon pembeli perlu menghitung pajak, biaya perawatan, dan iuran lingkungan sejak awal.