
Jurnal Tempo – Setiap pagi di Sei Mangkei, suara mesin pabrik bercampur dengan angin yang lembut. Namun kini, ada cerita baru yang tumbuh di balik aktivitas industri itu. Limbah cair kelapa sawit, yang dulu dianggap mengganggu lingkungan, kini berubah menjadi sumber listrik bersih dan bermanfaat bagi ribuan orang. Peralihan ini terasa luar biasa, terutama ketika kita melihat bagaimana limbah yang biasanya menimbulkan bau dan polusi, justru menjadi “bahan bakar” bagi masa depan energi Indonesia. Proyek ini tidak hanya soal teknologi. Lebih dari itu, ini adalah tentang keyakinan bahwa keberlanjutan bisa dimulai dari langkah sederhana. Melihat energi mengalir dari sesuatu yang sempat dianggap tak berguna membuat banyak orang percaya bahwa masa depan energi bersih bukan lagi mimpi.
Untuk mewujudkan perubahan besar ini, PLTBg Sei Mangkei menggunakan teknologi covered lagoon. Secara sederhana, kolam limbah cair ditutup rapat sehingga gas metana tidak terlepas ke udara. Kemudian, gas tersebut dimurnikan dan diarahkan ke mesin pembangkit. Proses ini menghasilkan listrik hingga 2,4 MW, jumlah yang cukup untuk menyalakan lebih dari tiga ribu rumah setiap hari. Karena sistemnya tertutup, potensi polusi pun berkurang drastis. Selain itu, efisiensi energi meningkat dan konsumsi listrik di kawasan industri bisa lebih terjaga. Jadi, bukan hanya lingkungan yang diuntungkan, tetapi juga operasional industri. Perubahan yang awalnya terdengar teknis ini, pada akhirnya melahirkan manfaat nyata bagi masyarakat sekitar.
“Baca Juga : Transparansi di Ujung Jari: Mengintip Kinerja Belanja APBD Lewat Portal DJPK”
Dampak lingkungan dari proyek ini sangat terasa. PLTBg Sei Mangkei berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 35.475 ton CO₂e per tahun. Jika dibayangkan, angka ini setara dengan menarik lebih dari delapan ribu mobil bermesin bensin dari jalanan. Atau, kira-kira sama dengan menanam 570 ribu pohon baru. Penurunan emisi sebesar ini tentu bukan hal kecil. Selain mendukung upaya global melawan perubahan iklim, pencapaian tersebut menjadi bukti bahwa industri kelapa sawit mampu membangun masa depan yang lebih hijau. Pada akhirnya, bumi tidak hanya mendapatkan udara lebih bersih, tetapi kita pun lebih yakin bahwa langkah kecil dari satu kawasan bisa menginspirasi daerah lain untuk bergerak serupa.
Pendekatan ekonomi sirkular membuat limbah sawit yang dulunya menjadi beban kini menjadi aset bernilai. PTPN III tidak hanya mengolah limbah demi mematuhi aturan, tetapi juga mengubahnya menjadi sumber energi yang mendukung kawasan industri hijau. Dengan demikian, biaya penanganan limbah berkurang, sementara pasokan listrik bagi industri meningkat. Selain itu, masyarakat sekitar ikut merasakan dampaknya. Lapangan kerja terbuka, keterampilan baru berkembang, dan desa sekitar mendapat peluang program pemberdayaan. Proyek ini memperlihatkan bahwa keberlanjutan tidak hanya soal lingkungan, tetapi juga kesejahteraan manusia. Inilah bukti bahwa perubahan positif dapat dirasakan oleh banyak pihak, bukan hanya pemilik teknologi.
“Baca Juga : Krakatau Steel Perkuat Fondasi Bisnis: Transformasi yang Membawa Harapan Baru”
Kisah sukses ini juga menyentuh sektor ekonomi modern: perdagangan karbon. Setelah Kementerian Lingkungan Hidup menerbitkan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca, kredit karbon dari PLTBg Sei Mangkei kini tercatat di bursa karbon nasional. Artinya, setiap ton emisi yang ditekan memiliki nilai finansial yang nyata. Dengan begitu, perusahaan tidak hanya menghasilkan listrik, tetapi juga pendapatan tambahan dari kontribusi lingkungan. Skema ini menunjukkan arah baru ekonomi hijau Indonesia: semakin ramah lingkungan, semakin besar peluang keuntungan. Kini, semakin banyak perusahaan mulai menyadari bahwa menjaga planet bukan lagi sekadar kewajiban, melainkan strategi bisnis yang cerdas.
Tidak dapat dipungkiri, keberhasilan ini lahir berkat kolaborasi yang kuat antara PTPN III dan Pertamina NRE. Sejak 2018, kedua perusahaan telah menyatukan keahlian terbaik mereka. PTPN III menyediakan bahan baku dan lokasi, sementara Pertamina NRE menghadirkan teknologi energi bersih serta keahlian pengelolaan pembangkit. Kerja sama ini menjadi contoh nyata bahwa sinergi antar lembaga mampu menjawab tantangan energi nasional. Menariknya, proyek ini tidak berhenti di satu lokasi saja. Saat ini, pengembangan fasilitas serupa sedang direncanakan di lebih dari dua puluh pabrik kelapa sawit lain. Dengan begitu, apa yang dimulai di Sei Mangkei menjadi langkah awal perubahan besar untuk masa depan energi Indonesia.
Di tengah perjalanan menuju target Net Zero Emissions 2060, proyek ini menjadi simbol harapan. Pertamina NRE dan PTPN III memilih bergerak cepat, bukan menunggu. Dengan menerapkan prinsip ESG dan teknologi energi terbarukan, keduanya membuktikan bahwa transisi energi bukan hanya slogan. Ini adalah kerja nyata. Lebih dari itu, proyek ini memberi pesan kuat untuk seluruh bangsa: Indonesia mampu, dan kita sedang menuju arah yang benar. Setiap kilowatt listrik yang dihasilkan bukan hanya energi, tetapi juga janji untuk generasi mendatang bahwa bumi ini masih layak untuk ditinggali. Karena pada akhirnya, keberlanjutan bukan soal teknologi semata, melainkan tentang pilihan untuk menjaga kehidupan.