Jurnal Tempo – Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi napas penting bagi jutaan pelaku UMKM yang ingin mengembangkan usaha, namun penggunaannya membutuhkan disiplin dari dua pihak: bank dan penerima pembiayaan. Menteri UMKM Maman Abdurrahman menekankan bahwa penyaluran KUR harus tepat sasaran dan dibarengi kemampuan mengelola keuangan. Banyak pengusaha mikro masih terhambat karena minimnya literasi keuangan sehingga dana tidak terkelola dengan baik. Di sinilah pendampingan menjadi elemen krusial. KUR bukan hanya soal memberikan modal, tetapi memastikan modal itu benar-benar tumbuh menjadi usaha yang menghasilkan. Ketika peminjam memahami cara mengatur cashflow, mencatat pemasukan, dan memprioritaskan kebutuhan usaha, risiko kredit macet dapat ditekan sejak awal.
Literasi Keuangan Jadi Pondasi Menghindari Kredit Macet
Banyak kasus kredit macet muncul karena penerima KUR tidak memahami cara memutar uang dengan benar. Dana yang mestinya digunakan untuk modal usaha kadang terserap untuk kebutuhan konsumtif. Hal ini tampak sederhana, tetapi sangat menentukan keberlanjutan usaha. Menteri Maman menyebut bahwa disiplin keuangan adalah prasyarat penting untuk memanfaatkan KUR. Melalui program seperti Kumitra, pemerintah ingin memastikan setiap pelaku UMKM mendapat edukasi yang memadai mengenai pencatatan keuangan, manajemen modal, dan perencanaan usaha. Dengan literasi yang baik, UMKM bisa mengontrol risiko, memprediksi pengeluaran, serta membuat keputusan yang lebih bijak. Pada akhirnya, literasi yang kuat bukan hanya menyelamatkan dari kredit macet, tetapi juga membuka peluang bisnis yang lebih besar.
“Baca Juga : Mencegah Deindustrialisasi: Mengapa Kualitas SDM Menjadi Penentu Masa Depan Indonesia”
Pentingnya Pendampingan dari Bank Penyalur
Bank penyalur memegang peran besar dalam menjaga agar KUR tidak salah arah. Meski pemerintah telah memberikan subsidi bunga, bank tetap dituntut untuk membina UMKM dengan baik. Penolakan pengajuan KUR sering terjadi karena kekhawatiran perbankan terhadap kemampuan bayar pemohon. Namun regulasi terbaru menegaskan bahwa pinjaman di bawah Rp100 juta wajib bebas agunan. Dengan adanya aturan itu, perbankan harus lebih aktif melakukan pendampingan, bukan hanya menilai risiko. Bank perlu memastikan bahwa UMKM memahami cara memanfaatkan dana, menyusun rencana usaha, hingga memproyeksikan keuntungan. Ketika bank dan UMKM membangun relasi yang sehat, risiko gagal bayar dapat dicegah lebih awal.
Transparansi dan Kepatuhan Menjamin Penyaluran yang Sehat
Kementerian UMKM menegaskan pentingnya transparansi dalam penyaluran KUR. Setiap bank harus mengikuti aturan, termasuk kelayakan peminjam dan penggunaan dana sesuai tujuan. Menteri Maman menyoroti bahwa KUR tidak boleh menjadi alat untuk kepentingan tertentu atau disalahgunakan dalam proses administrasi. Karena itu, ia siap memberikan sanksi bagi pihak yang melanggar. Di sisi lain, pemerintah daerah juga diminta terlibat aktif dengan mengusulkan UMKM yang layak menerima pembiayaan. Keterlibatan daerah memperkuat pengawasan sehingga proses penyaluran berlangsung jujur, tepat sasaran, dan mengurangi potensi kredit bermasalah. Transparansi membuat UMKM merasa lebih percaya diri karena mereka tahu prosesnya berjalan jelas.
Dukungan Daerah dan Kolaborasi dengan Banyak Lembaga
Peran daerah dalam menjaga keberhasilan KUR sangat besar. Di Jawa Tengah, misalnya, Gubernur Ahmad Luthfi menunjukkan komitmen kuat mendorong 4,2 juta UMKM agar naik kelas. Dengan total penyaluran KUR mencapai Rp41 triliun pada 2025, daerah ini menjadi penerima manfaat terbesar. Kolaborasi antara pemerintah daerah, bank penyalur, dan lembaga pembiayaan seperti PNM, BSI, BNI, Pegadaian, dan Jamkrindo membuat ekosistem KUR semakin kuat. Bantuan non-KUR seperti perbaikan alat produksi dari pelaku ritel juga memperluas kesempatan UMKM untuk berkembang. Dukungan yang menyeluruh seperti ini membuat usaha kecil tidak hanya mendapat modal, tetapi juga infrastruktur yang lebih siap untuk bersaing.
Menjaga Keberlanjutan Usaha Melalui Pengelolaan yang Bijak
Pada akhirnya, menjaga agar KUR tidak berubah menjadi kredit macet sangat bergantung pada cara UMKM mengelola usaha. Pengusaha harus menyadari bahwa utang adalah tanggung jawab yang memerlukan komitmen jangka panjang. Dana KUR seharusnya digunakan untuk kegiatan produktif seperti membeli bahan baku, memperbarui alat, atau memperluas produksi. Kedisiplinan dalam mencatat pemasukan, membayar cicilan tepat waktu, dan tidak mencampur uang usaha dengan kebutuhan pribadi adalah langkah-langkah sederhana yang punya dampak besar. Ketika UMKM menerapkan kebiasaan ini, usaha menjadi lebih stabil, keuntungan meningkat, dan risiko gagal bayar dapat ditekan. Dengan begitu, KUR benar-benar menjadi jembatan menuju kemandirian finansial.