Jurnal Tempo – Di Korea Selatan, rambut rontok kini tidak lagi dipandang sebagai persoalan kosmetik semata. Presiden Lee Jae Myung mengangkat isu ini ke level kebijakan publik dengan mengusulkan agar perawatan rambut rontok ditanggung oleh asuransi kesehatan nasional. Usulan tersebut muncul di tengah kegelisahan generasi muda yang melihat kebotakan sebagai ancaman serius terhadap kepercayaan diri, peluang kerja, hingga relasi sosial. Dalam pengarahan kebijakan Desember 2025, Lee menekankan bahwa banyak anak muda merasa terus membayar premi asuransi tanpa merasakan manfaat nyata. Oleh karena itu, negara perlu hadir dalam isu yang berdampak psikologis luas ini. Langkah tersebut mencerminkan perubahan cara pandang pemerintah terhadap kesehatan, yang tidak lagi terbatas pada ancaman fisik semata, tetapi juga kesehatan mental dan kesejahteraan sosial warganya.
Sistem Asuransi Kesehatan Korea Selatan Saat Ini
Korea Selatan dikenal memiliki sistem asuransi kesehatan universal yang kuat dan relatif inklusif. Skema ini didanai melalui premi berbasis pendapatan, sehingga menjangkau hampir seluruh warga negara. Namun, hingga kini cakupan asuransi hanya berlaku untuk perawatan rambut rontok yang disebabkan oleh kondisi medis tertentu, seperti alopecia areata atau efek samping pengobatan. Sementara itu, kebotakan pola pria atau kerontokan akibat faktor genetik tidak termasuk dalam tanggungan. Pemerintah beralasan bahwa kondisi tersebut tidak mengancam jiwa secara langsung. Meski begitu, realitas sosial menunjukkan dampak yang lebih kompleks. Banyak penderita mengalami tekanan mental, kecemasan, dan penurunan kualitas hidup. Di sinilah usulan Presiden Lee mencoba mengisi celah antara definisi medis dan pengalaman nyata masyarakat sehari-hari.
Alasan Presiden Lee Mengangkat Isu Rambut Rontok
Presiden Lee Jae Myung menyadari bahwa keadilan sosial menjadi inti dari sistem asuransi publik. Menurutnya, ada rasa ketidakadilan ketika kelompok muda merasa terus berkontribusi secara finansial, tetapi jarang menikmati manfaat langsung. Rambut rontok, dalam konteks Korea Selatan yang sangat kompetitif, sering kali dianggap sebagai hambatan serius dalam dunia kerja dan pergaulan. Lee menilai negara perlu peka terhadap tekanan psikologis ini. Ia bahkan mengusulkan pembatasan jumlah klaim perawatan rambut rontok agar tidak membebani keuangan negara. Dengan begitu, kebijakan tetap berpihak pada rakyat tanpa mengorbankan keberlanjutan sistem asuransi. Pendekatan ini menunjukkan upaya mencari titik tengah antara empati sosial dan tanggung jawab fiskal.
Respons Kementerian Kesehatan dan Tenaga Medis
Usulan ini tidak serta-merta diterima semua pihak. Menteri Kesehatan Jeong Eun-kyeong menegaskan bahwa asuransi sebenarnya sudah menanggung perawatan rambut rontok akibat kondisi medis. Namun, ia menekankan bahwa kerontokan genetik berbeda karena tidak menimbulkan risiko kesehatan yang mengancam jiwa. Pandangan ini didukung oleh Korean Medical Association yang menilai dana publik seharusnya diprioritaskan untuk penyakit serius. Mereka khawatir perluasan tanggungan akan menggerus anggaran untuk layanan vital lainnya. Meski demikian, perdebatan ini membuka diskusi lebih luas tentang definisi kesehatan itu sendiri. Apakah kesehatan hanya soal bertahan hidup, atau juga tentang kualitas hidup dan kesejahteraan mental masyarakat?
“Baca Juga : Android Emergency Live Video: Cara Baru Google Membantu Saat Detik-Detik Genting”
Kritik Publik dan Isu Sosial yang Lebih Mendesak
Di media sosial, respons publik terhadap usulan ini terbelah. Sebagian mendukung langkah progresif pemerintah, sementara yang lain menilai kebijakan ini kurang sensitif terhadap persoalan sosial yang lebih mendesak. Banyak warganet menyoroti tingginya angka bunuh diri, kekerasan terhadap perempuan, dan tekanan ekonomi yang masih menghantui Korea Selatan. Mereka mempertanyakan prioritas negara dalam mengalokasikan dana publik. Namun, pendukung kebijakan ini berargumen bahwa isu rambut rontok justru berkaitan erat dengan kesehatan mental, yang juga berkontribusi pada masalah sosial tersebut. Perdebatan ini mencerminkan tarik-menarik kepentingan antara kebutuhan individual dan tanggung jawab kolektif dalam sebuah negara modern.
Standar Kecantikan dan Beban Ekonomi Generasi Muda
Usulan ini juga menyingkap kuatnya standar kecantikan dalam budaya Korea Selatan. Penampilan fisik sering kali dikaitkan dengan kesuksesan, baik dalam karier maupun kehidupan sosial. Sebuah survei tahun 2024 menunjukkan bahwa 98 persen anak muda percaya orang menarik memiliki lebih banyak keuntungan hidup. Tekanan ini mendorong banyak orang mengeluarkan biaya besar untuk perawatan penampilan, termasuk rambut. Akibatnya, beban ekonomi pun meningkat. Dengan mengusulkan tanggungan asuransi, pemerintah seolah mengakui bahwa standar kecantikan telah menjadi faktor struktural yang memengaruhi kesejahteraan warga. Kebijakan ini, terlepas dari pro dan kontranya, membuka ruang refleksi tentang bagaimana negara seharusnya merespons tuntutan budaya yang membebani generasi mudanya.