Jurnal Tempo – Perkataan orang tua memiliki pengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak. Kalimat-kalimat yang kita ucapkan, tanpa disadari, dapat memengaruhi pola pikir, rasa percaya diri, dan perilaku anak hingga dewasa. Oleh karena itu, penting untuk bijak dalam memilih kata-kata, terutama jika ingin anak sukses di masa depan.
Berdasarkan berbagai penelitian, termasuk yang diulas dalam Jurnal Tempo, ada beberapa kalimat yang sebaiknya dihindari oleh orang tua. Berikut ini adalah 10 kalimat yang perlu Anda hindari agar anak tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan mandiri. Jika ingin anak sukses, perhatikan baik-baik poin-poin berikut ini.
“Baca Juga : Diet Jitu Ala Korea Style Jika Ingin Punya Body yang Kekinian”
Banyak orang tua senang memberi pujian seperti “kamu anak yang baik” atau “good job”. Namun, pujian semacam ini justru bisa membuat anak bergantung pada pengakuan orang lain. Anak akan cenderung mencari validasi dari luar daripada membangun motivasi diri sendiri.
Menurut Jenn Berman, penulis The A to Z Guide to Raising Happy Confident Kids, lebih baik memberikan pujian yang spesifik. Contohnya, “Ayah/Ibu suka bagaimana kamu bekerja sama dengan rekan setimmu. Itu assist yang luar biasa!” Pujian seperti ini memberi anak apresiasi yang bermakna sekaligus membangun rasa percaya diri.
Ucapan ini sering dianggap positif, tetapi sebenarnya bisa meningkatkan tekanan pada anak untuk selalu unggul. Kalimat ini juga berisiko membuat anak merasa bersalah saat gagal karena menganggap dirinya kurang berusaha.
Joel Fish, penulis 101 Ways to Be a Terrific Sports Parent, menyarankan agar orang tua mendorong anak untuk bekerja keras tanpa memberi tekanan berlebihan. Katakan bahwa setiap usaha yang dilakukan adalah bagian dari proses pembelajaran.
Mengatakan “jangan menangis” kepada anak yang sedang sedih atau terluka dapat mengabaikan perasaan mereka. Anak-anak menangis sebagai cara untuk mengekspresikan emosi yang mereka rasakan.
Sebagai gantinya, bantu anak menghadapi emosi mereka. Berikan pelukan dan katakan, “Ayah/Ibu tahu kamu sedang sedih. Apa yang bisa Ayah/Ibu lakukan untuk membantu?” Pendekatan ini membuat anak merasa dimengerti dan dihargai.
Kata “cepat!” sering digunakan orang tua saat terburu-buru. Namun, Linda Acredelo, penulis Baby Minds, mengungkapkan bahwa ucapan ini dapat membuat anak merasa tertekan.
Alih-alih memerintah, gunakan nada lembut dan ucapkan, “Ayo, kita selesaikan bersama.” Ini menunjukkan bahwa Anda mendukung anak tanpa menambah stres.
Menunjukkan kebiasaan diet di depan anak bisa memengaruhi cara mereka memandang tubuh. Profesor pediatri Marc S. Jacobson dari Nassau University Medical Center mengatakan bahwa anak yang melihat orang tua terlalu fokus pada berat badan cenderung mengembangkan citra tubuh yang negatif.
Sebagai alternatif, fokuslah pada gaya hidup sehat tanpa membicarakan diet secara eksplisit.
Mengatakan bahwa Anda tidak punya uang untuk membeli sesuatu dapat membuat anak merasa cemas tentang kondisi keuangan keluarga. Penulis Kids and Money, Jayne Pearl, menyarankan agar orang tua mengatakan, “Kita sedang menyimpan uang untuk hal yang lebih penting.”
Jika anak tetap mendesak, gunakan kesempatan ini untuk mengajarkan pengelolaan anggaran dengan bahasa yang sederhana.
Larangan ini sering disampaikan untuk melindungi anak, tetapi bisa membuat mereka salah paham. Anak mungkin berpikir semua orang asing itu jahat atau tidak dapat dipercaya.
Nancy McBride, Direktur Eksekutif National Center for Missing & Exploited Children, menyarankan untuk memberi contoh skenario. Misalnya, “Kalau ada orang yang menawarkan permen, apa yang harus kamu lakukan?” Ini membantu anak memahami cara bersikap tanpa merasa takut berlebihan.
Kata “hati-hati” sering membuat anak kehilangan fokus pada aktivitas yang sedang dilakukan. Deborah Carlisle Solomon, penulis Baby Knows Best, mengatakan bahwa ucapan ini justru dapat menurunkan kepercayaan diri anak.
Jika Anda khawatir, cukup dekatkan diri dan amati tanpa terlalu banyak intervensi. Tindakan ini membuat anak merasa aman tanpa merasa diawasi secara berlebihan.
Mengancam anak untuk menghabiskan makanan agar bisa mendapatkan camilan bukanlah pendekatan yang tepat. Menurut David Ludwig, penulis Ending the Food Fight, ini justru meningkatkan ketertarikan anak pada makanan penutup dibandingkan makanan utama.
Gantilah dengan ucapan seperti, “Mari kita selesaikan makanan utama dulu, lalu kita bisa menikmati makanan penutup.” Pendekatan ini lebih sehat dan mengajarkan anak untuk menghargai setiap jenis makanan.
Meskipun niatnya baik, terlalu cepat menawarkan bantuan dapat mengurangi kemandirian anak. Biarkan mereka mencoba menyelesaikan masalah sendiri terlebih dahulu.
“Simak juga: Sang Penguasa Kegelapan yang Menjadi Misteri Tanda Akhir Dunia”
Dari hasil penelusuran Jurnaltempo.com , jika ingin anak sukses menurut Myrna Shure, penulis Raising a Thinking Child, orang tua dapat memberikan pertanyaan yang membimbing. Misalnya, “Apa yang menurutmu bisa dilakukan untuk menyelesaikan ini?” Cara ini membantu anak belajar berpikir kritis dan mandiri.