Jurnal Tempo – Kasus uang palsu Alauddin menjadi perbincangan hangat setelah pengungkapan polisi yang mengejutkan publik. Sindikat ini menggunakan ruang perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar untuk menjalankan operasinya. Modus yang digunakan pun tergolong licik, dengan dalih mencetak buku untuk kebutuhan perpustakaan. Namun, di balik alasan tersebut, terdapat mesin cetak besar seberat dua ton lebih yang digunakan untuk mencetak uang palsu.
“Baca Juga: Uang Palsu Makassar Hologram Bisa Bersinar Seperti Uang Asli”
Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak, mengungkapkan bahwa aktivitas mencurigakan ini awalnya diketahui dari laporan pegawai perpustakaan yang mendengar suara mesin dari bekas toilet di perpustakaan. Dalih yang diberikan oleh Andi Ibrahim, salah satu tersangka utama, adalah bahwa suara tersebut berasal dari mesin pencetak buku yang akan disimpan di perpustakaan. Dalih ini membuat para pegawai menghentikan kecurigaan mereka.
Bekas toilet berukuran 2,5 x 4 meter itu disulap menjadi “pabrik” uang palsu. Ruangan tersebut dilengkapi dengan peredam suara dari gipsum yang berisi gabus, sehingga suara mesin hanya terdengar samar-samar. Mesin cetak itu sendiri didatangkan langsung dari China melalui Surabaya dengan harga sekitar Rp600 juta.
“Mesin tersebut dimasukkan ke kampus pada malam hari ketika situasi sedang sepi. Proses pemindahan mesin bahkan menyebabkan beberapa lantai pecah,” ujar Kapolres Gowa. Menurutnya, mesin itu diangkut menggunakan forklift dan papan penggeser untuk mempermudah pemindahannya.
Polisi mengungkap bahwa sindikat ini menggunakan beberapa lokasi sebagai tempat operasi. Awalnya, produksi dilakukan di rumah seorang pengusaha berinisial ASS di Jalan Sunu, Makassar. Namun, kebutuhan untuk mencetak uang dalam jumlah besar memaksa mereka memindahkan operasinya ke perpustakaan UIN Alauddin.
“Awalnya mereka menggunakan alat kecil di rumah ASS. Namun, karena kebutuhan meningkat, mereka memutuskan untuk membeli alat yang lebih besar dan memindahkannya ke UIN Alauddin,” jelas Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono.
Dalam kasus ini, peran Andi Ibrahim sangat sentral. Ia bekerja sama dengan 16 orang lainnya, termasuk kepala perpustakaan UIN Alauddin. Selain itu, polisi juga mengejar tiga orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan masyarakat di Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa, tentang adanya peredaran uang palsu. Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan menangkap seorang pria berinisial M saat transaksi dengan tersangka lain, AI. Dari penangkapan ini, polisi menemukan jejak yang mengarah ke perpustakaan UIN Alauddin.
“Uang palsu ini diproduksi dengan perbandingan satu banding dua, artinya satu uang asli dapat ditukar dengan dua uang palsu,” ujar Irjen Yudhiawan. Modus ini terbongkar setelah penyelidikan mendalam oleh tim Satreskrim Polres Gowa.
Total 17 tersangka telah diamankan oleh polisi di lokasi berbeda, seperti Gowa, Makassar, Wajo, dan Mamuju. Para tersangka memiliki peran masing-masing dalam sindikat ini, mulai dari pencetak, pengedar, hingga perencana utama. Polisi juga memastikan bahwa ketiga DPO yang terlibat akan segera ditangkap.
Kasus ini menunjukkan betapa beraninya sindikat dalam menjalankan aksinya, bahkan di lingkungan kampus yang seharusnya menjadi tempat belajar dan menimba ilmu. Jurnal Tempo mencatat, pengungkapan kasus ini menjadi pengingat penting tentang perlunya pengawasan ketat terhadap aktivitas di lingkungan pendidikan.
“Simak Juga: Adipati Marbas Ars Goetia Demon Penyembuh dan Transformator”
Pengungkapan sindikat uang palsu Alauddin ini tidak hanya mencoreng nama baik UIN Alauddin, tetapi juga menjadi peringatan bagi institusi lain untuk lebih waspada. Pihak universitas sendiri telah menyatakan akan bekerja sama sepenuhnya dengan polisi untuk mengungkap kasus ini hingga tuntas.
Melalui pemberitaan ini, Jurnal Tempo berkomitmen untuk terus menyajikan informasi terpercaya terkait kasus-kasus yang menjadi perhatian publik. Informasi lebih lanjut mengenai perkembangan kasus ini dapat diakses di laman jurnaltempo.com. Kasus ini juga diharapkan menjadi pelajaran penting bagi semua pihak untuk tidak memberikan ruang bagi tindak kejahatan, sekecil apa pun bentuknya.